(Translated by https://www.hiragana.jp/)
Kimia Organik - Wikibuku bahasa Indonesia Lompat ke isi

Kimia Organik

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas


Selamat datang
Sambutan
To-Do List
  1. Konsep dasar kimia organik
  2. Alkana
  3. Stereokimia
  4. Sikloalkana
  5. Gugus fungsi
  6. Haloalkana
  7. Alkena
  8. Alkuna
  9. Alkohol
  10. Eter
  11. Amina
  12. Diena
  13. Aromatik
  14. Reaksi aromatik
  15. Keton dan aldehida
  16. Asam karboksilat
  17. Turunan asam karboksilat
  18. Teknik analitik


"Zat organik" adalah zat yang mengandung atom karbon.

Ada banyak sekali zat di bumi ini yang tergolong sebagai zat organik. Hal ini disebabkan karena kemampuan unik yang dimiliki oleh atom karbon. Setiap atom karbon dapat membentuk empat ikatan dalam ruang tiga dimensi dengan atom karbon lainnya, menghasilkan banyak sekali kemungkinan kombinasi susunan atom yang dapat terjadi. Lebih dari dua juta jenis senyawa organik telah ditemukan. Bahkan, puluhan ribu senyawa organik baru terus ditemukan setiap tahunnya.

Meskipun demikian, karbon bukanlah unsur satu-satunya dalam senyawa organik. Atom hidrogen biasanya juga sering ditemukan. Selain itu, juga terdapat atom-atom lain, seperti oksigen, nitrogen, fosfor, sulfor, atau halogen. Hampir tiap unsur dalam tabel periodik dapat ditemukan dalam molekul "organik".

Berikut adalah beberapa contoh senyawa organik :

  • Senyawa organik yang paling sederhana, metana (CH4), adalah gas tak berwarna (titik didih -164 C) yang secara alami ditemukan dalam gas rawa atau minyak bumi mentah, sebagai hasil proses pembusukan tumbuhan yang telah mati. Metana merupakan komponen utama gas alam yang digunakan sebagai bahan bakar.
  • Etilena (C2H4, titik didih -104 C) adalah bahan baku industri yang dihasilkan dari penyulingan minyak bumi mentah. Etilena diproses menjadi berbagai produk, diantaranya plastik polietilena dan etilena glikol (zat anti beku).
  • Sementara itu, terdapat pula molekul organik berukuran besar dan rumit, misalnya asam deoksiribonukleat (DNA) yang terlibat dalam proses biologis. Molekul DNA merupakan senyawa organik yang mengandung atom karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen dan fosfor.

Para kimiawan menamakan jenis senyawa ini sebagai "senyawa organik" karena pada awalnya, zat-zat ini didapatkan dari makhluk hidup. Hubungan antara senyawa organik dan sistem biologis mempunyai dampak penting pada perkembangan awal teori kimia.

Sejarah Perkembangan Kimia Organik

[sunting]

Senyawa organik dan berbagai reaksinya telah digunakan oleh orang-orang sejak jaman dulu. Ramuan tradisional hasil ekstrak daun, kulit kayu dan akar tanaman, sebenarnya adalah ekstrak campuran bahan alam organik. Proses pemasakan makanan merupakan reaksi bahan organik. Pembakaran minyak atau lemak hewan juga merupakan reaksi kimia organik. Namun kimia organik sebagai bidang studi mulai berkembang ketika kimia modern lahir pada awal abad 19 dengan diperkenalkannya teori atom Dalton.

1814 : Pembakaran Senyawa Organik

[sunting]

Lavoisier menemukan peranan oksigen dalam proses pembakaran zat. Berbekal teori tersebut, pada tahun 1814, Berzelius melakukan eksperimen pembakaran asam asetat (cuka) dengan oksigen berlebih. Dengan menghitung massa asam asetat yang terbakar dengan massa produk reaksi yang dihasilkan (karbondioksida dan air), rumus empiris cuka dapat ditentukan, yaitu CH2O. Selanjutnya, Gay-Lussac dan Thenard mengusulkan banyak perbaikan penting pada teknik pembakaran. Liebig mengembangkan teknik analisis pembakaran karbon-hidrogen senyawa organik.

1828 : Keisomeran

[sunting]

Pada awal abad 19, semua senyawa organik yang diketahui saat itu merupakan bahan kimia yang didapatkan dari makhluk hidup. Muncullah teori penggolongan zat kimia menjadi dua jenis : "organik" dan "anorganik". Zat organik dianggap hanya dapat dihasilkan oleh makhluk hidup saja, hingga memunculkan teori "kekuatan hidup". Namun, pada 1828, Wohler mencoba mematahkan teori ini dengan eksperimen membuat urea (sebuah zat "organik" yang dikandung urin) tanpa melalui perantara makhluk hidup, yaitu disintesis dari amonium sianat dalam laboratorium. Meskipun demikian, pendukung teori "kekuatan hidup" masih menolak hasil eksprimen ini. Mereka berpendapat bahwa amonium sianat, yang berasal dari tulang hewan, merupakan zat yang juga memiliki "kekuatan hidup" yang diperlukan untuk sintesis zat organik.

Meskipun masih belum mampu mematahkan teori "kekuatan hidup", eksperimen Wohler berhasil menemukan fenomena menarik baru, yaitu sebuah pengamatan bahwa amonium sianat (NH4CNO) memiliki rumus molekul yang sama dengan urea (H2NCOH2). Senyawa berbeda yang memiliki rumus molekul yang sama disebut dengan isomer.

1832 : Gugus Radikal

[sunting]

Konsep keisomeran sangat penting dalam perkembangan teori struktur kimia organik. Wohler dan Liebig mempublikasikan berbagai temuan yang menunjukkan fenomena keisomeran dalam senyawa organik. Pada tahun 1832, mereka menggunakan konsep "radikal organik" untuk menyederhanakan kerumitan struktur senyawa organik. Konsep "radikal" ini tidaklah baru, sebab Gay Lussac telah memperkenalkannya pada tahun 1815 dalam studinya mengenai gugus siano. Pada konsep ini, suatu kelompok atom yang mempertahankan keutuhan strukturnya dalam suatu reaksi kimia dapat dianggap seolah-olah sebagai "unsur organik".

Wohler dan Liebig melakukan berbagai reaksi kimia pada benzaldehida yang terdapat pada minyak buah almond. Mereka menemukan bahwa bagian benzoil (C7H5O-) dari molekul tetap tidak berubah dalam suatu rangkaian reaksi. Jadi, bagian ini dapat digolongkan sebagai "radikal organik".

1857 : Valensi Karbon

[sunting]

Konsep radikal ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai struktur organik : berapakah valensi (kemampuan atom untuk melakukan ikatan) atom karbon? Pertanyaan ini rupanya lebih rumit daripada penentuan valensi sebagian besar atom dalam kimia anorganik. Hingga akhirnya Kekule-lah yang pada tahun 1857 menyatakan dengan tegas bahwa "karbon bervalensi empat".

Pertanyaan besar lain yang belum terjawab adalah : mengapa banyak sekali jumlah persentase atom karbon dalam molekul organik? Pada waktu itu, ada anggapan bahwa "hanya atom yang berlainan jenis yang dapat membentuk ikatan". Anggapan ini dikuatkan dengan beberapa bukti pada struktur kimia anorganik. Namun, anggapan ini berhasil dipatahkan oleh Kekule dan Couper (secara sendiri-sendiri) pada tahun 1858. Mereka menunjukkan bahwa atom karbon dapat menjalin ikatan dengan sesama atom karbon yang lain. Berdasarkan penemuan ini, maka struktur senyawa organik yang rumit dapat diterangkan. Kemudian, pada tahun 1865, Kekule menemukan bahwa atom-atom karbon dapat saling berhubungan membentuk suatu cincin siklik. Penemuan ini sangat penting untuk memahami struktkur senyawa benzena.

1874 : Struktur tetrahedron 3D karbon

[sunting]

Pada awalnya, ilmuwan berasumsi bahwa struktur ikatan kimia pada senyawa organik hanya bersifat dua dimensi. Namun pada tahun 1874, van Hoff dan Le Bel menemukan bahwa ikatan pada atom karbon dapat dimodelkan dengan struktur tetrahedron tiga dimensi. Model tersebut mampu menjelaskan banyak masalah mengenai struktur senyawa organik yang ada.

1897 : Teori Ikatan Elektron

[sunting]

Pada awal abad 19 Berzelius mengusulkan sebuah teori ikatan kimia yang disebut "dualisme". Ia mengamati bahwa sejumlah ion tertentu dapat bergerak dalam medan listrik. Berzelius mengusulkan bahwa atom-atom terikat menjadi satu oleh gaya tarik-menarik antara dua ion yang mempunyai muatan berlawanan. Teori dualisme tersebut berhasil menjelaskan ikatan kimia yang ada pada garam anorganik biner (terdiri dari anion + kation). Akan tetapi, teori ini tidak mampu menjelaskan ikatan kimia pada senyawa yang tidak mengandung ion, terutama untuk senyawa organik yang ada pada tumbuhan dan hewan.

Pada pertengahan abad 19, muncul teori valensi atom. Dalam teori ini, setiap atom memiliki jumlah pengait uniknya masing-masing, yang dapat digunakan untuk mengaitkan dirinya dengan atom yang lain, membentuk ikatan. Namun, sifat ikatan ini masih sulit untuk dipahami.

Pada akhir abad 19, Werner mengusulkan konsep "bilangan koordinasi", yang dapat berubah-ubah pada atom. Bilangan ini digunakan untuk menjelaskan sifat molekul anorganik kompleks. Jika valensi menunjukkan jumlah ikatan yang dapat dibentuk oleh suatu atom, bilangan koordinasi adalah jumlah gugus atom yang terikat pada atom tertentu.

Penemuan elektron oleh Thomson pada tahun 1897 digunakan sebagai dasar pada teori ikatan elektron. Pada tahun 1916, Kossel dan Lewis menemukan bahwa gaya antar elektron kulit terluar (valensi) dari atomlah yang berperan dalam ikatan kimia. Kossel menemukan bahwa sebuah (atau beberapa) elektron dapat berpindah dari satu atom ke atom lainnya, menghasilkan dua ion dengan muatan yang berlawanan. Tarik menarik antara ion tersebut menyebabkan adanya ikatan. Teori ini kembali menguatkan teori dualisme Berzelius.

Contohnya, garam anorganik natrium klorida. Sebuah atom natrium memindahkan elektron kulit luarnya ke atom klor, menghasilkan ion natrium positif dan ion klor negatif. Proses perpindahan elektron ini menguntungkan bagi kedua atom, karena ion klorida memiliki konfigurasi elektron oktet seperti gas mulia argon, sedangkan ion natrium memiliki konfigurasi oktet seperti gas mulia neon.

Namun, sama seperti teori Berzelius, teori Kossel tidak mampu menjelaskan ikatan kimia yang tidak melibatkan ion, misalnya pada senyawa organik. Teori ini hanya mampu menjelaskan senyawa anorganik yang melibatkan pasangan atom logam dan nonlogam. Lewis mengusulkan perbaikan dari teori ini. Ia mengajukan gagasan bahwa elektron kulit luar atom dapat dialihkan kepada atom lain, atau dikuasai bersama-sama dengan atom lain. Teori ini disebut dengan teori ikatan kovalen (co-vallence, berbagi elektron valensi). Contohnya, molekul klor terdiri atas dua atom klor yang sama. Tiap atom berbagi satu elektron dengan atom lainnya, sehingga tiap atom melengkapkan konfigurasi elektron gas mulia. Lewis berpendapat bahwa gaya yang mengikat dalam ikatan kimia merupakan kompromi antara gaya tarik menarik dan tolak menolak.

Pada kasus ikatan metana (CH4), atom karbon memiliki empat elektron pada kulit luar, tersedia untuk melakukan ikatan. Ada dua situasi yang mungkin terjadi menurut teori ikatan ion.

  1. Ikatan ion mungkin terbentuk jika keempat elektron valensi karbon diberikan kepada keempat atom hidrogen. Akibatnya, atom karbon mengion dengan muatan +4.
  2. Kemungkinan lain, ikatan ion mungkin terbentuk jika keempat atom hidrogen memberikan satu elektron kepada atom karbon. Akibatnya, atom karbon mengion dengan muatan -4.

Muatan yang terkonsentrasi sangat tinggi pada satu atom tidak menguntungkan secara energi. Lagipula, berdasarkan pengamatan, atom karbon dalam metana tidak mengion. Oleh karena itu, ikatan karbon pada metana lebih baik jika dijelaskan menggunakan teori ikatan kovalen. Yaitu, keempat elektron kovalen pada karbon digunakan bersama-sama dengan empat atom hidrogen disekelilingnya.

Struktur Molekul Organik

[sunting]

Teori Lewis mengenai ikatan kovalen memberi dasar untuk mengembangkan teori struktur molekul organik. Kebanyakan atom yang membentuk senyawa organik akan melibatkan 8 elektron kulit luar (kecuali atom hidrogen, 2 elektron), sedangkan jumlah elektron yang dibutuhkan untuk melengkapi kulit luar atom akan sama dengan jumlah ikatan kovalen yang dibentuk atom. Berdasarkan kedua fakta ini, dapat disimpulkan bahwa, biasanya :

  • Atom karbon membentuk empat ikatan
  • Hidrogen dan halogen membentuk satu ikatan
  • Oksigen dan sulfur membentuk dua ikatan
  • Nitrogen biasanya membentuk tiga ikatan
  • Atom karbon dapat membentuk ikatan rangkap dua dengan atom karbon lain : dua pasang elektron terbagi antar dua atom karbon. Pada kasus ini, bilangan koordinasi atom karbon turun menjadi tiga, bukan potensi maksimumnya yaitu empat. Senyawa yang memiliki bilangan koordinasi atom karbon kurang dari empat disebut dengan senyawa tak jenuh, karena masih ada potensi untuk membuat ikatan baru dengan atom non-karbon.

Keelektronegatifan

[sunting]

Inti tiap atom mempunyai kekuatan yang berbeda-beda dalam menarik elektron, hal ini disebut dengan "sifat keelektronegatifan". Pauling mengembangkan suatu skala keelektronegatifan relatif pada atom-atom dalam tabel periodik.

Jika sebuah atom karbon membentuk ikatan dengan atom karbon lain, kekuatan tiap atom karbon dalam menarik elektron adalah sama. Dalam ikatan kovalen yang terbentuk, elektronnya hampir terbagi secara rata.

Di sisi lain, jika kedua atom yang berikatan memiliki perbedaan tingkat keelektronegatifan yang sangat besar, salah satu atom yang keelektronegatifannya tinggi akan "mengambil" elektron dari atom yang lemah, mengakibatkan terbentuknya ikatan ion.

Sementara itu, jika perbedaan tingkat keelektronegatifan antar atomnya hanya berbeda sedikit, yang terjadi adalah ikatan dengan sifat di antara kovalen (tidak ada perbedaan keelektronegatifan) dan ion (memiliki perbedaan keelektronegatifan sangat tinggi), yaitu suatu ikatan polar. Ikatan ini mirip seperti ikatan kovalen, namun memiliki distribusi muatan yang tidak seimbang, mengarah ke salah satu atom dengan keelektronegatifan lebih tinggi.

Reaksi - Reaksi pada Senyawa Organik

[sunting]

Sebuah reaksi kimia ditandai oleh interaksi sebuah molekul dengan molekul lainnya, sedemikian rupa sehingga ada beberapa ikatan yang terputus dan ada beberapa ikatan lain yang terbentuk, hingga menghasilkan molekul baru. Biasanya, reaksi ini dimulai dari interaksi lokasi muatan negatif dalam satu molekul dengan lokasi muatan positif dari molekul yang lain. Reaksi dilanjutkan dengan proses pergerakan elektron dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Singkatnya, secara molekul, reaksi dipengaruhi oleh tarikan muatan dan pergerakan elektron.

Adisi

[sunting]

Reaksi adisi terjadi pada senyawa tak jenuh. Molekul tak jenuh dapat menerima tambahan atom atau gugus dari pereaksi, asalkan tidak melebihi angka koordinasi maksimum dari atomnya sendiri. Beberapa ikatan yang berpotensi mengalami reaksi adisi, karena ketidakjenuhannya, antara lain :

  • Ikatan rangkap dua karbon - karbon
  • Ikatan rangkap tiga karbon - karbon
  • Ikatan rangkap dua karbon - oksigen

Dua contoh pereaksi pengadisi ikatan ganda ialah brom dan hidrogen.

  • Adisi brom biasanya merupakan reaksi cepat karena keelektronegatifan brom yang tinggi. Adisi brom sering dipakai sebagai uji kualitatif untuk mendeteksi keberadaan ikatan rangkap dua atau rangkap tiga yang ada pada senyawa. Adisi brom membutuhkan pelarut CCl4 pada suhu kamar.
  • Sementara itu, adisi hidrogen digunakan untuk penentuan jumlah ikatan ganda dalam suatu molekul. Caranya dengan pengukuran kuantitatif hidrogen yang terpakai dalam reaksi. Adisi hidrogen membutuhkan sebuah katalis (misalnya Pd atau Pt)