Fungivor
Fungivor, fungivora, atau mikofagi adalah proses organisme mengonsumsi fungi. Banyak organisme yang berbeda telah dicatat untuk memperoleh energinya dari mengonsumsi fungi, termasuk burung, mamalia, serangga, tumbuhan, ameba, gastropoda, nematoda, bakteri, dan fungi lain. Beberapa di antaranya yang hanya memakan fungi disebut fungivora, sedangkan yang lain memakan fungi hanya sebagai bagian makanannya menjadi omnivora.
Binatang
[sunting | sunting sumber]Mamalia
[sunting | sunting sumber]Banyak mamalia mamakan fungi, tetapi hanya sedikit yang memakan fungi secara eksklusif. Sebagian besar adalah pemakan fungi dan oportunistis hanya merupakan bagian makanan hewan ini.[1] Setidaknya 22 spesies primata, termasuk manusia, bonobo, langur, gorila, lemur, makaka, mangabey, marmoset, dan monyet vervet diketahui memakan fungi. Sebagian besar spesies ini menghabiskan kurang dari 5% waktu yang hewan ini habiskan untuk memakan fungi. Oleh karena itu, fungi hanya membentuk sebagian kecil makanan hewan ini. Beberapa spesies menghabiskan waktu lebih lama untuk mencari fungi, dan fungi merupakan bagian makanan terbesar hewan ini. Marmoset bertelinga putih menghabiskan hingga 12% waktunya mengonsumsi sporokarpa, Monyet Goeldi menghabiskan hingga 63% waktu untuk melakukannya, dan monyet berhidung pesek Yunnan menghabiskan hingga 95% waktunya memakan lumut kerak. Fungi relatif sangat langka di hutan hujan tropis dibandingkan dengan sumber makanan lain, seperti buah dan daun-daunan, dan ini juga tersebar lebih jarang dan muncul tidak terduga, menjadikannya sumber makanan yang menantang bagi monyet Goeldi.[2]
Fungi terkenal karena racunnya untuk mencegah binatang memakannya. Bahkan saat ini, manusia mati karena memakan fungi beracun. Suatu akibat alami dari hal ini ialah tidak adanya fungivora vertebrata obligat, dengan keluarga Potoridae Diprotodontia menjadi pengecualian utama. Salah satu dari sedikit fungivora vertebrata yang masih ada adalah tupai terbang utara,[3] tetapi diyakini bahwa pada masa lalu terdapat banyak fungivora vertebrata dan bahwa perkembangan racun sangat mengurangkan jumlahnya dan memaksa spesies ini untuk meninggalkan fungi atau melakukan penganekaragaman.[4]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ Steven L. Stephenson (21 April 2010). The Kingdom Fungi: The Biology of Mushrooms, Molds, and Lichens. Timber Press. hlm. 200–. ISBN 9780881928914. Diakses tanggal 10 February 2011.
- ^ Hanson, A. M.; Hodge, K. T.; Porter, L. M. (2003). "Mycophagy among Primates". Mycologist. 17: 6–10. doi:10.1017/S0269915X0300106X.
- ^ "An Experiment for Assessing Vertebrate Response to Varying Levels and Patterns of Green-tree Retention" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-05-25. Diakses tanggal 2008-07-25.
- ^ Bain, Roderick S.; Wilkinson, David M. ; and Sherratt, Thomas N.; "Explaining Dioscorides' "Double Difference": Why Are Some Mushrooms Poisonous, and Do They Signal Their Unprofitability?" in The American Naturalist; vol. 166, pp. 767–775; 2005.