Istana Jepang
![](https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/a2/MatsumotoCastle.jpg/300px-MatsumotoCastle.jpg)
Istana Jepang (
Aksara kanji untuk istana adalah shiro (
Konstruksi
[sunting | sunting sumber]![](https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/43/Hiroshima_castle_2.jpg/300px-Hiroshima_castle_2.jpg)
Pada zaman dulu, puri dibangun seluruhnya dari kayu, tetapi kemudian pada abad ke-16 berkembang penggunaan batu-batu besar untuk memperkuat konstruksi. Istana di Jepang sebetulnya dirancang agar tahan lama, tetapi sebagian besar istana justru hancur akibat perang di zaman Sengoku karena bangunan istana dibuat dari kayu yang cepat habis bila dibakar. Istana yang terbakar sebagian besar langsung dibangun kembali atau dibangun kemudian di zaman Edo atau pada zaman modern. Istana Matsue dibangun tahun 1611 setelah berakhirnya perang pada zaman Sengoku, sehingga bangunan asli istana tetap utuh tidak pernah menderita kerusakan akibat serangan musuh. Istana Hiroshima hancur akibat bom atom dan sekarang digunakan sebagai museum setelah dibangun kembali pada tahun 1958.
Di Jepang, istana merupakan perkembangan dari kankōshūraku (
Konstruksi istana dimulai dengan tahap fushin (
Di dalam kompleks istana dikenal pembagian wilayah berdasarkan zona (
Di Jepang abad pertengahan, bangunan istana dijadikan tempat kediaman resmi daimyo bersama keluarganya, sejumlah besar pelayan wanita, dan para bushi yang menjadi pengikut. Di sekeliling istana yang besar biasanya dibangun kota permukiman penduduk. Istana terbesar di Jepang adalah Istana Edo yang dikelilingi kota yang sekarang dikenal sebagai Tokyo.
Sebelum pemerintah Keshogunan Tokugawa mengeluarkan dekret "satu negara satu istana" (Ikkoku-ichijo-rei) pada tahun 1615, di berbagai daerah di Jepang terdapat banyak sekali istana yang jumlahnya mungkin mencapai puluhan ribu kalau benteng yang kecil-kecil juga ikut dihitung.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pada zaman Yayoi, tempat permukiman penduduk terdiri dari dua golongan besar:
- Permukiman penduduk dengan perlindungan parit di sekelilingnya (kangōshūraku)
- Permukiman penduduk di atas gunung dengan perlindungan benteng (kōchisei shūraku).
Kedua model permukiman penduduk ini hilang secara perlahan-lahan sejalan dengan munculnya pemimpin lokal yang mempersatukan penduduk.
Menurut catatan tertua yang pernah ditemukan, istana pertama di Jepang adalah istana Mizuki (sekarang terletak di Prefektur Fukuoka) yang dibangun pada tahun 664 atas perintah kaisar Tenji. Selain istana Mizuki, pada saat itu masih terdapat banyak istana lain yang tidak tercatat di Kyushu dan daerah Laut Pedalaman Seto. Pada abad ke-7 hingga abad ke-9, di daerah Tohoku banyak dibangun istana, seperti Istana Taga, Istana Dewanoki, dan Istana Akita akibat perang berkepanjangan dengan suku Emishi yang merupakan penduduk asli pulau Honshu bagian timur.
Pada abad pertengahan, istana dibangun sebagai tempat tinggal bushi pada masa damai, dan melindungi prajurit yang ditempatkan di daerah pegunungan pada masa perang. Pada awal zaman Sengoku, istana sebagian besar menggunakan model Yamajiro (istana yang dibangun di atas gunung). Pada pertengahan zaman Sengoku, pembangunan istana umumnya menggunakan model Hirayamajiro (istana dibangun di bukit yang terletak di tengah dataran), sedangkan model Yamajiro sedikit demi sedikit mulai tidak digunakan.
Istana Tamonyama dan Istana Shigisan di Nara yang dibangun oleh Mastunaga Hisahide merupakan pelopor model istana dengan menara utama dan menara pengawas (yagura) seperti berbagai istana Jepang yang bisa dilihat sekarang ini.
Puncak pembangunan istana di Jepang terjadi sewaktu Oda Nobunaga membangun Istana Azuchi dan Toyotomi Hideyoshi membangun Istana Osaka dan Istana Fushimi.
Di zaman Edo, pemerintah mengeluarkan dekret "satu negara satu istana," sehingga istana banyak yang dihancurkan karena dianggap sudah tidak berguna. Pada masa itu, jumlah istana juga makin berkurang akibat kebakaran. Istana yang sudah terbakar dibiarkan begitu saja karena pembangunan kembali istana dilarang oleh pemerintah Keshogunan Edo.
Pemerintah mengeluarkan dekret "penghancuran istana" (haijōrei) di zaman Meiji. Bangunan istana dipreteli untuk digunakan sebagai bahan bangunan oleh angkatan bersenjata Jepang. Di kota-kota yang mempunyai istana, pemerintah juga menggunakan bekas istana sebagai pangkalan militer karena lokasinya yang strategis di tengah kota.
Pada Perang Dunia II, istana di Jepang sebagian besar merupakan sasaran serangan udara, sehingga istana seperti Istana Nagoya, Istana Wakayama, dan Istana Hiroshima habis terbakar.
Pada saat ini hanya ada 12 istana yang masih memiliki menara utama yang dibangun sebelum zaman Edo:
- Istana Hirosaki
- Istana Matsumoto
- Istana Maruoka
- Istana Inuyama
- Istana Hikone
- Istana Himeji
- Istana Matsuyama (Prefektur Okayama)
- Istana Matsue
- Istana Marugame
- Istama Matsuyama (Prefektur Ehime)
- Istana Uwajima
- Istana Kōchi
Di zaman Showa, pemerintah banyak memugar dan membangun kembali istana di berbagai daerah di Jepang sebagai tujuan pariwisata. Sebagian istana semata-mata dibangun berdasarkan imajinasi dan tanpa dasar catatan sejarah. Berdasarkan alasan keindahan, ada istana yang dilengkapi dengan menara utama, padahal istana yang asli tidak pernah memiliki menara utama. Menara utama juga ada yang dibangun cuma tampak luarnya saja.
Istana yang dibangun kembali pada zaman modern umumnya dibangun dengan bahan beton agar tahan terhadap api dan bisa dimanfaatkan sebagai museum atau perpustakaan.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]![](https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/4a/Commons-logo.svg/30px-Commons-logo.svg.png)