Pengamat: Sering Libur Panjang Kurangi Daya Tarik Investasi di Indonesia
Kamis, 23 Mei 2024 | 10:30 WIBJakarta, Beritasatu.com - Pengamat kebijakan publik dan dosen Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyoroti kebijakan libur panjang dan cuti bersama di Indonesia yang berpotensi mengurangi kepercayaan internasional untuk berinvestasi di Indonesia. Trubus menilai banyaknya jumlah hari libur dapat menurunkan produktivitas, yang akan berdampak negatif terhadap iklim investasi di Indonesia.
"Kalau saya melihat kebijakan pemerintah membuat cuti bersama sehingga libur di Indonesia mencapai 27 hari dalam satu tahun, menurut saya memang harus dievaluasi karena ini akan berdampak buruk pada kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia, terutama dalam bidang investasi. Jadi, investor akan ragu karena kita banyak libur," kata Trubus kepada Beritasatu.com, Rabu (22/5/2024).
Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, Trubus mencatat Vietnam hanya memiliki 13 hari libur resmi, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Indonesia yang mencapai 27 hari libur, belum termasuk jatah cuti pribadi. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam pengaturan hari libur yang dapat memengaruhi efisiensi kerja dan produktivitas nasional.
"Kalau kita bandingkan saja, misalnya libur Indonesia dengan Vietnam. Vietnam itu libur hanya 13 hari, sementara di Indonesia mencapai 27 hari. Belum lagi ditambah dengan cuti pribadi, itu bisa mencapai berbulan-bulan. Karena itu, persoalan ini menjadi sangat kontraproduktif," sambungnya.
Trubus mengusulkan agar kebijakan libur panjang ini dikaji ulang. Ia merekomendasikan adanya pengkajian strategis untuk menilai kembali kebijakan tersebut dan menyarankan perlunya kebijakan sektoral yang membedakan waktu libur berdasarkan bidang pekerjaan masing-masing. Pendekatan ini diharapkan dapat menyeimbangkan kebutuhan untuk berlibur dengan tuntutan produktivitas di berbagai sektor.
"Pemerintah harus segera membuat kebijakan yang sifatnya per sektoral. Misalnya, libur cuti untuk ASN hanya berlaku bagi ASN saja, tidak perlu yang non-ASN diliburkan, ataupun yang non-ASN itu dipisah lagi," jelas Trubus.
Meskipun demikian, Trubus mengakui adanya dampak positif dari kebijakan libur panjang, khususnya bagi sektor pariwisata. Peningkatan hari libur memungkinkan masyarakat untuk lebih banyak berwisata, yang pada gilirannya dapat mendongkrak industri pariwisata. Namun, ia mengingatkan bahwa terlalu banyak libur juga dapat berakibat buruk jika pendapatan dan produktivitas menurun.
"Namun, ada dampak positif pada bidang pariwisata karena banyak libur bisa mendongkrak pariwisata daerah. Namun demikian, ini perlu diingat bahwa kalau terlalu banyak libur, orang juga tidak akan keluar karena penghasilan dengan pengeluaran jadi tidak seimbang karena terlalu banyak liburnya," ungkap Trubus.
Merujuk pada surat keputusan bersama (SKB) menteri agama, menteri ketenagakerjaan, dan menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (PANRB), pada 2024 terdapat 17 hari libur nasional dan 10 hari cuti bersama bagi pekerja. Jumlah ini menambah kekhawatiran akan dampak negatif terhadap produktivitas dan investasi internasional.
Trubus berharap bahwa melalui kajian ulang dan penyesuaian kebijakan, Indonesia dapat mencapai keseimbangan antara kebutuhan liburan dan tuntutan produktivitas ekonomi, sehingga tetap menarik bagi investor internasional sambil mendukung kesejahteraan masyarakat.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
Rano Karno Sebut Bakal Menjadikan Festival Kostum Prioritas
Jika Terpilih, Pramono Anung Akan Jadi Gubernur bagi Semua Agama
4
B-FILES
TNI dan Perkembangan Lingkungan Strategis
Andi Muh DarlisKesaktian Pancasila dan Kontribusi Banser Menjaga Persatuan
Dr Muchamad Sidik SisdiyantoMPOX: Tantangan Baru dalam Kesehatan Global di Indonesia dan Asia Tenggara
Raymond R. Tjandrawinata