(Translated by https://www.hiragana.jp/)
Kekaisaran Tadmur - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Lompat ke isi

Kekaisaran Tadmur

Koordinat: 34°33′36″N 38°16′2″E / 34.56000°N 38.26722°E / 34.56000; 38.26722
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kekaisaran Tadmur

270–273
Kekaisaran Tadmur pada 271 Masehi.
Kekaisaran Tadmur pada 271 Masehi.
Ibu kotaTadmur
Bahasa yang umum digunakan
PemerintahanMonarki
Monark 
• 267/270–272
Vabalathus
• 273–273
Antiokhus
Era SejarahPenghujung Zaman Kuno
• Didirikan
270
• Dibubarkan
273
Didahului oleh
Digantikan oleh
Pataka Kekaisaran Romawi
ksrKekaisaran
Romawi
ksrKekaisaran
Romawi
Pataka Kekaisaran Romawi
Sekarang bagian dari
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kekaisaran Tadmur (270–273), adalah salah satu negara pecahan dari Kekaisaran Romawi yang berpusat di kota Tadmur. Negara ini melepaskan diri dari Kekaisaran Romawi pada masa Krisis Abad Ketiga. Wilayah Kekaisaran Tadmur meliputi wilayah-wilayah bekas provinsi Romawi yakni Provinsi Suriah Palestina, Provinsi Arab Petra, Provinsi Mesir, dan sebagian besar kawasan Asia Kecil.

Zenobia memerintah Kekaisaran Tadmur selaku wali dari putranya, Vabalathus, yang dinobatkan menjadi Raja Tadmur pada 267. Pada 270 Zenobia berjaya menaklukkan sebagian besar wilayah timur Kekaisaran Romawi dalam waktu yang relatif singkat, dan berusaha menjaga hubungan baik dengan Roma. Akan tetapi, pada 271 ia mempermaklumkan dirinya sebagai maharani dan putranya sebagai kaisar, serta maju berperang melawan Kaisar Romawi, Aurelianus, yang akhirnya menaklukkan Tadmur dan membekuk Zenobia. Setahun kemudian rakyat Tadmur memberontak, yang menyebabkan Aurelianus menghancurkan Tadmur. Kekaisaran Tadmur sangat diagung-agungkan di Suriah dan dijadikan ikon nasionalisme Suriah.

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Setelah Kaisar Romawi Alexander Severus terbunuh pada 235,[2] para panglima saling bertikai memperebutkan kendali atas kekaisaran,[3] daerah-daerah perbatasan terabaikan dan berkali-kali menjadi sasaran penyerbuan suku-suku Karpi, Goth, dan Alemanni,[4][5] selain serangan besar-besaran dari Kekaisaran Sasani yang agresif di timur.[6] Pada akhirnya, Syapur I dari Persia menimpakan kekalahan besar atas bala tentara Romawi dalam Pertempuran Edessa pada 260,[7] dan berhasil meringkus Kaisar Romawi, Valerianus. Tak lama kemudian Quietus dan Macrianus memberontak terhadap putra Valerianus, Gallienus, dan merampas kekuasaan kekaisaran di suriah.[8]

Pemimpin orang-orang Tadmur, Odaenathus yang dinobatkan menjadi raja,[9] dan yang secara resmi tetap setia pada Gallienus, membentuk bala tentara yang terdiri atas orang-orang Tadmur dan para petani Suriah untuk menyerang Syapur.[note 1][7] Pada 260, Odaenathus berjaya mengalahkan Syapur dalam sebuah pertempuran di dekat Sungai Efrat.[8] Sesudah itu, Odaenathus mengalahkan para perampas kuasa pada 261,[8] dan menghabiskan masa pemerintahan selebihnya dengan bertempur melawan Persia.[11][12][13] Odaenathus dianugerahi gelar Gubernur Timur,[8] diizinkan memerintah Suriah selaku wali kekaisaran,[14] dan memaklumkan dirinya sebagai raja segala raja.[note 2][18] Odaenathus dibunuh bersama putranya Hairan pada 267.[8] Menurut Historia Augusta dan Yohanes Zonaras, Odaenathus dibunuh oleh sepupunya yang dalam Historia Augusta disebut dengan nama Maeonius.[19] Historia Augusta juga mencatat bahwa Maeonius sempat dipermaklumkan sebagai seorang kaisar dalam jangka waktu yang sangat singkat, sebelum akhirnya dihukum mati oleh para prajurit.[19][20][21] Sekalipun demikian, tidak ditemukan satu pun prasasti maupun bukti tentang masa pemerintahan Maeonius, dan besar kemungkinan ia langsung dibunuh seusai melakukan pembunuhan terhadap Odaenathus.[22][23]

Odaenathus digantikan oleh putranya yang masih belia, buah pernikahannya dengan Zenobia, yakni Vabalathus yang baru berusia sepuluh tahun.[24] Di bawah perwalian Zenobia,[24][25] Vabalathus dijauhkan dari perhatian umum sementara ibunya secara langsung mengendalikan pemerintahan dan memperkokoh kekuasaannya.[24] Sang ratu berhati-hati untuk tidak mengusik Roma dan mengambil alih gelar-gelar mendiang suaminya bagi dirinya dan juga bagi putranya, sambil terus berupaya mempertahankan keamanan di garis perbatasan dengan Persia, dan melenyapkan ancaman bahaya dari suku-suku Tanukh di Hauran.[24]

Pendirian

[sunting | sunting sumber]
Vabalathus (kanan) sebagai raja pada sisi sekeping Antoninianus. Aurelianus (kiri) sebagai Augustus pada sisi lain kepingan.

Dibantu para panglimanya, Septimius Zabbai, salah seorang panglima bala tentara, dan Septimius Zabdas, kepala panglima bala tentara,[26] Zenobia memulai sebuah ekspedisi melawan kaum Tanukh pada musim semi 270, dalam masa pemerintahan Kaisar Klaudius II.[27] Zabdas menggempur Busra, menewaskan Gubernur Romawi dan bergerak ke selatan untuk mengamankan Arabia Petraea.[27][28] Menurut ahli geografi Persia, Ibn Khordadbeh, Zenobia sendiri menggempur Dumat Al-Jandal tetapi tidak berhasil merebut benteng pertahanannya.[29] Akan tetapi, Ibn Khordadbeh telah keliru menyamakan Zenobia dengan al-Zabbā, seorang Ratu Arab setengah-dongeng yang kerap secara keliru dicampuradukkan hikayatnya dengan riwayat Zenobia.[30][31][32][33]

Pada Oktober 270,[34] bala tentara Tadmur yang terdiri atas 70.000 prajurit menyerbu Mesir,[35][36] dan memaklumkan Zenobia sebagai Ratu Mesir.[37] Panglima Romawi Tenagino Probus berhasil merebut kembali Aleksandria pada bulan November, tetapi akhirnya dikalahkan dan lari menyelamatkan diri ke Benteng Babilonia, tempat ia kemudian dikepung dan tewas di tangan Zabdas, yang selanjutnya bergerak ke selatan dan mengamankan Mesir.[38] Pada 271, Zabbai mulai melaksanakan operasi-operasi tempur di Asia Kecil, dibantu oleh Zabdas yang datang menggabungkan kekuatan tempurnya pada musim semi tahun itu.[39] Orang-orang Tadmur menaklukkan Galatia,[39] dan menduduki Ankara, yang menjadi batas terjauh dari gerak ekspansi mereka.[40] Akan tetapi, upaya-upaya penaklukan atas Kalsedon tidak membuahkan hasil.[39]

Penaklukan yang dilakukan pihak Tadmur berjalan lancar berkat sikap takluk yang mereka tunjukkan pada Roma,[41] Zenobia mengeluarkan uang logam atas nama kaisar pengganti Klaudius, Aurelianus, yang memuat gambar Vabalathus sebagai seorang raja,[note 3] sementara kaisar sendiri mengizinkan pengeluaran uang logam oleh Tadmur dan menganugerahkan gelar-gelar kerajaan kepada tokoh-tokoh Tadmur.[42] Akan tetapi, menjelang akhir tahun 271, Vabalathus dan ibunya mulai menggunakan gelar Augustus (kaisar) dan Augusta (Maharani).[41]

Penaklukan kembali oleh Roma

[sunting | sunting sumber]
Vabalathus sebagai Augustus, pada sisi sekeping Antoninianus.
Zenobia sebagai Augusta, pada sisi sekeping Antoninianus.
Perang Aurelianus-Zenobia.

Pada 272, Aurelianus menyeberangi Selat Bosphorus dan bergerak cepat melintasi Anatolia.[43] Menurut salah satu sumber, Markus Aurelius Probus merebut kembali Mesir dari tangan Tadmur,[note 4][44] sementara kaisar terus bergerak maju sampai ke Tyana.[45] Kisah penaklukan Tyana telah menjadi sebuah legenda tersendiri; Aurelianus sampai dengan saat itu selalu menghancurkan setiap kota yang berani menentangnya, namun ia membiarkan Tyana tetap utuh setelah bermimpi dikunjungi filsuf agung Apollonius dari Tyana yang sangat diseganinya.[46] Apollonius mengiba-hiba padanya, seraya berkata: "Aurelianus, jikalau engkau berhasrat untuk berkuasa, berhentilah menumpahkan darah orang yang tidak bersalah! Aurelianus, jikalau engkau hendak menaklukkan, maka berbelaskasihanlah!".[47] Apa pun yang menyebabkan Aurelianus memberikan pengampunan kepada Tyana, tindakannya itu beroleh ganjaran yang setimpal, lebih banyak kota yang langsung menyerah setelah menyaksikan pemberian pengampunan kepada Tyana dan menjadi yakin bahwa kaisar tidak akan melampiaskan murkanya atas mereka.[46]

Saat memasuki Issos dalam perjalanan menuju Antiokhia, Aurelianus mengalahkan Zenobia dalam Pertempuran Immae.[48] Zenobia mundur ke Antiohia dan selanjutnya melarikan diri ke Emesa sewaktu Aurelianus maju merebut Antiokhia.[49] Setelah menata kembali pasukan, bala tentara Romawi pun maju menyerang dan menghancurkan sebuah garnisun Tadmur yang ditempatkan di Benteng Dafne,[note 5][51] kemudian bergerak ke selatan menuju Apamea.[52] Dari Apamea, bala tentara Romawi bergerak menuju Emesa dan sekali lagi mengalahkan Zenobia dalam Pertempuran Emesa, sehingga Zenobia harus mengungsi ke ibu kota.[53] Aurelianus bergerak melintasi gurun dan diserang suku-suku Badawi yang setia pada Tadmur; akan tetapi, sesampainya di gerbang kota, ia langsung bernegosiasi dengan suku-suku Badawi yang akhirnya mengkhianati Tadmur dan memasok air dan makanan kepada bala tentara Romawi.[54] Aurelianus mengepung Tadmur pada musim panas 272,[55] dan mencoba bernegosiasi dengan Zenobia, dengan syarat Zenobia datang menyerahkan diri secara pribadi kepadanya, yang ditolak mentah-mentah.[40] Pihak Romawi beberapa kali mencoba menerobos pertahanan kota tetapi dapat dihalau,[56] namun seiring memburuknya situasi, Zenobia pun meninggalkan Tadmur dan bergegas ke timur hendak meminta pertolongan dari Persia.[57] Pasukan Romawi mengejar Maharani itu dan berhasil membekuknya di dekat Sungai Efrat. Mereka membawanya pulang untuk dihadapkan kepada kaisar. Tak lama kemudian, warga Tadmur memohon perdamaian,[57] dan kota itu pun bertekuk lutut.[55][58]

Kesudahan perang

[sunting | sunting sumber]
Aurelianus, perwujudan Sol, mengalahkan Kekaisaran Tadmur, dan merayakan ORIENS AVG, Terbit Matahari Augustus.

Aurelianus membiarkan Tadmur tetap berdiri dan menempatkan satu garnisun beranggotakan 600 pemanah di bawah pimpinan Sandarion, sebagai pasukan penjaga perdamaian.[59] Kubu pertahanan kota dirubuhkan dan sebagian besar alat-alat kemiliteran disita.[60] Zenobia dan para bawahannya digiring ke Emesa untuk diadili. Sebagian besar pejabat tinggi Tadmur dihukum mati,[61] sementara nasib Zenobia dan Vabalathus tidak diketahui dengan pasti.[62]

Pada 273, Tadmur bangkit memberontak di bawah pimpinan salah seorang warganya yang bernama Septimius Apsaios.[63] Mereka juga menghubungi Prefek Romawi di Mesopotamia, Marcellinus, dan menghasutnya untuk merampas kekuasaan kekaisaran.[63] Marcellinus sengaja berlambat-lambat dalam bernegosiasi dan secepatnya mengirim khabar kepada kaisar,[63] sementara para pemberontak yang kehilangan kesabarannya telah memaklumkan seorang kerabat Zenobia yang bernama Antiokhus sebagai Augustus.[64] Aurelianus maju menyerang Tadmur, dibantu dari dalam kota oleh segolongan warga Tadmur di bawah pimpinan seorang pria berpangkat senator yang bernama Septimius Haddudan.[65][66]

Aurelianus membiarkan Antiokhus tetap hidup,[66] namun meratakan Tadmur dengan tanah.[67] Monumen-monumen Tadmur yang paling berharga diangkut oleh kaisar dan dijadikan hiasan Kuil Sol sesembahannya,[58] sementara bangunan-bangunan Tadmur diremukkan, rakyatnya dihantam dengan gada serta pentungan, dan kuilnya yang paling suci dijarah-rayah.[58]

Evaluasi dan warisan

[sunting | sunting sumber]

Menurut Mark Whittow dan Warwick Ball, pemakluman status sebagai kaisar memang bertujuan untuk merebut takhta Kekaisaran Romawi, bukan sekadar untuk meraih kemerdekaan Tadmur belaka.[68][69] Prasasti peninggalan Vabalathus memperlihatkan gaya seorang Kaisar Romawi, dan menurut Ball, Zenobia dan Vabalathus adalah perampas-perampas takhta Kekaisaran Romawi, mengikuti cara-cara yang sama dengan yang digunakan Vespasianus, yang naik takhta setelah membangun kekuatannya di Suriah.[68][69] Fergus Millar, meskipun condong pada pendapat bahwa tindakan itu hanyalah sebuah pergerakan merebut kemerdekaan, meyakini bahwa tidak tersedia cukup bukti untuk dapat menyimpulkan hakikat pemberontakan Tadmur.[70]

Andrew M. Smith II berpendapat bahwa Kekaisaran Tadmur bertujuan baik untuk meraih kemerdekaan maupun takhta Kekaisaran Romawi.[63] Para penguasa Tadmur menggunakan gelar ala timur seperti raja segala raja yang tidak ada relevansinya dalam politik Romawi, sementara penaklukan-penaklukan mereka dilakukan demi kepentingan perniagaan Tadmur. Yang terakhir, klaim atas kedudukan sebagai kaisar Romawi hanya baru dilakukan pada tahun terakhir pemerintahan Zenobia dan Vabalathus.[63] Ferdinand Lot sepakat bahwa klaim itu merupakan sebuah gerakan Tadmur yang ditujukan untuk mencapai kemerdekaan,[71] yakni pandangan yang nyaris universal di kalangan cendekiawan Arab dan Suriah semisal Philip Khuri Hitti.[72][73]

Pemberontakan Tadmur digunakan sebagai sebuah tema dalam nasionalisme Suriah dan Tadmur dipandang sebagai kota asli Suriah,[74] yang berjuang menumbangkan dominasi kekaisaran dan membebaskan rakyatnya dari penindasan tirani.[75] Sebuah acara TV Suriah diproduksi berdasarkan riwayat hidup Zenobia. Zenobia juga menjadi subyek sebuah biografi yang ditulis oleh mantan Menteri Pertahanan Suriah, Mustafa Tlass.[75]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Tidak ada bukti keberadaan satuan-satuan pasukan Romawi yang bertugas di bawah kepemimpinan Odaenathus; ada maupun tidak ada prajurit-prajurit Romawi yang bertempur di bawah pimpinan Odaenathus semata-mata adalah spekulasi.[10]
  2. ^ Bukti pertama penggunaan gelar ini bagi Odaenathus adalah sebuah prasasti berpenanggalan 271, yang secara anumerta menggelari Odaenathus sebagai raja segala raja.[15][16] Akan tetapi, putra Odaenathus, Hairan I, langsung digelari "raja segala raja" semasa hidupnya. Hairan I dimaklumkan oleh ayahnya sebagai rekan-penguasa dan ikut terbunuh dalam peristiwa pembunuhan Odaenathus dan agaknya Odaenathus bukan sekadar seorang raja saja mengingat putranya bergelar raja segala raja.[17]
  3. ^ Klaudius wafat pada Agustus 270, tak lama sebelum Zenobia menginvasi Mesir.[34]
  4. ^ Semua sumber lain menyiratkan bahwa tindakan militer tidaklah diperlukan, karena tampaknya Zenobia telah menarik kembali kekuatan tempurnya demi mempertahankan Suriah.[44]
  5. ^ Dafne adalah sebuah taman yang terletak enam mil di selatan Antiokhia.[50]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 280. 
  2. ^ Averil Cameron (1993). The Later Roman Empire, AD 284-430. hlm. 3. 
  3. ^ Averil Cameron (1993). The Later Roman Empire, AD 284-430. hlm. 4. 
  4. ^ Yann Le Bohec (2013). Imperial Roman Army. hlm. 196. 
  5. ^ Patrick J. Geary (2003). The Myth of Nations: The Medieval Origins of Europe. hlm. 81. 
  6. ^ Nic Fields (2008). The Walls of Rome. hlm. 12. 
  7. ^ a b Andrew M. Smith II (2013). Roman Palmyra: Identity, Community, and State Formation. hlm. 177. 
  8. ^ a b c d e David L. Vagi (2000). Coinage and History of the Roman Empire, C. 82 B.C.--A.D. 480: History. hlm. 398. 
  9. ^ Beate Dignas; Engelbert Winter (2007). Rome and Persia in Late Antiquity: Neighbours and Rivals. hlm. 159. 
  10. ^ Pat Southern (17 November 2008). Empress Zenobia: Palmyra's Rebel Queen. Bloomsbury Publishing. hlm. 60. ISBN 978-1-4411-7351-5. 
  11. ^ Edward Gibbon (2004). The Decline and Fall of the Roman Empire. hlm. 501. 
  12. ^ Clifford Ando (2012). Imperial Rome AD 193 to 284: The Critical Century. hlm. 237. 
  13. ^ Lukas De Blois (1976). The Policy of the Emperor Gallienus. hlm. 3. 
  14. ^ Nathanael J. Andrade (2013). Syrian Identity in the Greco-Roman World. hlm. 333. 
  15. ^ Richard Stoneman (1994). Palmyra and Its Empire: Zenobia's Revolt Against Rome. hlm. 78. 
  16. ^ Andrew M. Smith II (2013). Roman Palmyra: Identity, Community, and State Formation. hlm. 177. 
  17. ^ Pat Southern (2008). Empress Zenobia: Palmyra's Rebel Queen. hlm. 72. 
  18. ^ Maurice Sartre (2005). The Middle East Under Rome. hlm. 354. 
  19. ^ a b Pat Southern (2008). Empress Zenobia: Palmyra s Rebel Queen. hlm. 78. 
  20. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 292. 
  21. ^ Richard Stoneman (1994). Palmyra and Its Empire: Zenobia's Revolt Against Rome. hlm. 108. 
  22. ^ Edward Gibbon; Thomas Bowdler (1826). History of the decline and fall of the Roman empire for the use of families and young persons: dicetak ulang dari naskah asli, dengan penghilangan secara hati-hati muatan-muatan yang cenderung anti agama, Volume 1. hlm. 321. 
  23. ^ George C. Brauer (1975). The Age of the Soldier Emperors: Imperial Rome, A.D. 244-284. hlm. 163. 
  24. ^ a b c d Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 299. 
  25. ^ Richard Stoneman (1994). Palmyra and Its Empire: Zenobia's Revolt Against Rome. hlm. 114. 
  26. ^ Andrew M. Smith II (2013). Roman Palmyra: Identity, Community, and State Formation. hlm. 48. 
  27. ^ a b Trevor Bryce (2004). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 302. 
  28. ^ Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 61. 
  29. ^ Khaleel Ibrahim Muaikel (1994). Dirasah li-āthār Mintaqat al-Jawf. hlm. 43. 
  30. ^ Fergus Millar (1993). The Roman Near East, 31 B.C.-A.D. 337. hlm. 433. 
  31. ^ Roxani Eleni Margariti; Adam Sabra; Petra Sijpesteijn (2010). Histories of the Middle East: Studies in Middle Eastern Society, Economy and Law in Honor of A.L. Udovitch. hlm. 148. 
  32. ^ Mohammad Rihan (2014). The Politics and Culture of an Umayyad Tribe: Conflict and Factionalism in the Early Islamic Period. hlm. 28. 
  33. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 296. 
  34. ^ a b Alaric Watson (2014). Aurelian and the Third Century. hlm. 62. 
  35. ^ Pat Southern (2008). Empress Zenobia: Palmyra's Rebel Queen. hlm. 133. 
  36. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 303. 
  37. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 304. 
  38. ^ Alaric Watson (2014). Aurelian and the Third Century. hlm. 63. 
  39. ^ a b c Alaric Watson (2014). Aurelian and the Third Century. hlm. 64. 
  40. ^ a b Warwick Ball (2002). Rome in the East: The Transformation of an Empire. hlm. 80. 
  41. ^ a b Andrew M. Smith II (2013). Roman Palmyra: Identity, Community, and State Formation. hlm. 179. 
  42. ^ David L. Vagi (2000). Coinage and History of the Roman Empire, C. 82 B.C.--A.D. 480: History. hlm. 365. 
  43. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 307. 
  44. ^ a b Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 308. 
  45. ^ Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 71. 
  46. ^ a b Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 72. 
  47. ^ Richard Stoneman (1994). Palmyra and Its Empire: Zenobia's Revolt Against Rome. hlm. 167. 
  48. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 309. 
  49. ^ Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 74. 
  50. ^ John Carne; William Purser (1836). Syria, the Holy Land, Asia Minor, &c. illustrated: In a series of views drawn from nature. hlm. 31. 
  51. ^ Pat Southern (2008). Empress Zenobia: Palmyra's Rebel Queen. hlm. 138. 
  52. ^ Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 75. 
  53. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 310. 
  54. ^ Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 76. 
  55. ^ a b Alan Bowman; Peter Garnsey; Averil Cameron (2005). The Cambridge Ancient History: Jilid 12, The Crisis of Empire, AD 193-337. hlm. 52. 
  56. ^ Richard Stoneman (1994). Palmyra and Its Empire: Zenobia's Revolt Against Rome. hlm. 175. 
  57. ^ a b Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 77. 
  58. ^ a b c Warwick Ball (2002). Rome in the East: The Transformation of an Empire. hlm. 81. 
  59. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 313. 
  60. ^ Alaric Watson (2014). Aurelian and the Third Century. hlm. 78. 
  61. ^ William Ware (1846). Zenobia, Or, The Fall of Palmyra: A Historical Romance in Letters from L. Manlius Piso from Palmyra, to His Friend Marcus Curtius at Rome. hlm. 242. 
  62. ^ Warwick Ball (2002). Rome in the East: The Transformation of an Empire. hlm. 81. 
  63. ^ a b c d e Andrew M. Smith II (2013). Roman Palmyra: Identity, Community, and State Formation. hlm. 180. 
  64. ^ Andrew M. Smith II (2013). Roman Palmyra: Identity, Community, and State Formation. hlm. 181. 
  65. ^ Kevin Butcher (2003). Roman Syria and the Near East. hlm. 60. 
  66. ^ a b Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 81. 
  67. ^ Alan Bowman; Peter Garnsey; Averil Cameron (2005). The Cambridge Ancient History: Jilid 12, The Crisis of Empire, AD 193-337. hlm. 515. 
  68. ^ a b Warwick Ball (2002). Rome in the East: The Transformation of an Empire. hlm. 82. 
  69. ^ a b Chase F. Robinson (2010). The New Cambridge History of Islam: Jilid 1, The Formation of the Islamic World, Sixth to Eleventh Centuries. hlm. 154. 
  70. ^ Fergus Millar (1993). The Roman Near East, 31 B.C.-A.D. 337. hlm. 334. 
  71. ^ Ferdinand Lot (2013). The End of the Ancient World. hlm. 11. 
  72. ^ Yāsamīn Zahrān (2003). Zenobia between reality and legend. hlm. 36. 
  73. ^ Philip K. Hitti (2002). History of The Arabs. hlm. 73. 
  74. ^ John Manley (2013). The Romans: All That Matters. hlm. 15. 
  75. ^ a b Christian Sahner (2014). Among the Ruins: Syria Past and Present. hlm. 153. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

34°33′36″N 38°16′2″E / 34.56000°N 38.26722°E / 34.56000; 38.26722