(Translated by https://www.hiragana.jp/)
Manusia Peking - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Lompat ke isi

Manusia Peking

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Manusia Peking
Rentang waktu: Pleistosen
Tengkorak pertama Homo erectus pekinensis (Sinathropus pekinensis) ditemukan pada 1929 di Zhoukoudian, sekarang hilang (replika)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Subfilum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
Subspesies:
H. e. pekinensis
Nama trinomial
Homo erectus pekinensis
(Black, 1927)
Sinonim

Sinanthropus pekinensis

Manusia Peking (Hanzi: 北京ぺきんざるじん; Hanzi tradisional: 北京ぺきんざるじん; Hanzi: Běijīng Yuánrén), disebut juga Sinanthropus pekinensis (kini Homo erectus pekinensis), adalah suatu contoh dari Homo erectus. Suatu kelompok spesimen fosilnya ditemukan pada tahun 1923-1927 sewaktu ekskavasi di Zhoukoudian (Chou K'ou-tien) di dekat Beijing (saat itu disebut Peking), Cina. Temuan tersebut telah ditanggali berasal dari sekitar 500 ribu tahun yang lalu,[1] walaupun kajian lanjutan mengajukan umur 600 sampai 780 ribu tahun yang lalu.

Zhoukoudian

[sunting | sunting sumber]

Fosil Manusia Peking ditemukan di Zhoukoudien dekat Beijing.

Ciri-ciri

[sunting | sunting sumber]

Kapasitas tulang tengkorak sekitar 1.000 kubik cm, walau beberapa individu dapat mencapai 1.300 kubik cm, hampir seukuran manusia modern. Manusia Peking memiliki tengkorak yang tampak pipih pada wajah, dahi kecil, sebuah lunas dekat atas kepala sebagai pelengkap otot rahang yang kuat, tulang tengkorak yang sangat tebal, jembatan alis yang keras, langit-langit mulut besar, serta rahang lebar tak berdagu. Gigi modern, taring dan geraham cukup besar dan enamel geraham kadang berkerut. Tulang organ tubuh tidak banyak berbeda dari manusia modern.

Fosil Manusia Peking diduga telah hilang sejak tahun 1941 ketika akan hendak dikirim ke Amerika Serikat guna melindunginya dari ancaman perang di Tiongkok. Namun demikian, imitasi tengkorak masih ada.

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Ian Tattersall. "Out of Africa again...and again?". Scientific American. 276 (4): 60–68.