Vanila
Vanilla adalah pemberi rasa yang dihasilkan dari tanaman genus Vanilla, terutama Vanilla planifolia. Kata "vanilla"diturunkan dari bahasa Spanyol, vaina yang memiliki arti "polong", karena bentuk buah vanila adalah polong.[1] Tumbuhan ini pertama kali dibudidayakan oleh masyarakat Aztec Mesoamerika yang menyebut tanaman ini dengan nama tlilxochitl. Hernán Cortés membawa vanilla bersama dengan cokelat ke Eropa pasca penjelajahannya di benua Amerika. Vanilla oleh masyarakat Mesoamerika digunakan sebagai salah satu bumbu utama bagi minuman cokelat.[2]
Usaha awal untuk membudidayakan vanilla tergolong sulit karena vanilla membutuhkan lebah Melipona yang hanya berada di Amerika Tengah. Seorang pakar botani asal Belgia yang pertama kali menemukan hal ini dan berusaha mencari cara untuk melakukan penyerbukan vanilla secara buatan, namun usahanya tidak memuaskan.[3] Metode penyerbukan buatan yang sederhana justru ditemukan oleh seorang budak di pulau Réunion, Edmond Albius, pada tahun 1841 dan menyebabkan vanilla mulai dibudidayakan secara luas.[4] Tanaman vanilla sendiri masuk ke Indonesia mulai pada tahun 1819 dibawa oleh ahli botani berkebangsaan Belanda bernama Marchal dan pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor.[5]
Ada tiga spesies utama vanilla yang saat ini dikembangkan, dan semuanya merupakan tumbuhan yang dibawa dari Amerika Tengah.[6] Vanilla planifolia dibudidayakan di Madagaskar, Réunion, dan kawasan tropis lainnya di sekitar Samudera Hindia; Vanilla tahitensis, dibudidayakan di Pasifik Selatan, dan Vanilla pompona dibudidayakan di Samudra Hindia barat, Amerika Tengah, dan Amerika Latin.[7] V. planifolia adalah yang paling banyak dibudidayakan di dunia.[8][9] Vanilla planifolia menghasilkan ekstrak vanilla terbanyak dibandingkan kedua spesies tersebut.[10]
Vanilla merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting dan mahal di dunia setelah saffron dan cardamom karena vanilla membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mendapatkannya.[11][12][13] Di Amerika Selatan, tumbuhan Leptotes bicolor digunakan sebagai pengganti vanilla. Vanila banyak dimanfaatkan polongnya untuk rempah dan juga untuk aromanya. Tanaman ini banyak dimanfaatkan pada industri makanan (60%), kosmetik (33%), dan sebagai bahan aromaterapi (7%). Secara tradisional tanaman vanila digunakan untuk pengobatan beberapa penyakit seperti dysmenorrhea, demam, hysteria, dyspepsia, pencegahan karies gigi, pengobatan sakit gigi, batuk, dan juga sakit perut. Tanaman ini dikenal memiliki efek antispasmodic, antiinflamasi, dan analgesik.[14][15]
Biologi
[sunting | sunting sumber]Seperti kebanyakan anggrek lainnya, vanila tumbuh dengan memerlukan tanaman lain sebagai sarana penjalaran tanaman atau pelindung dari sinar matahari langsung. Vanila tumbuh optimum pada rasio bayangan sekitar 50-60%. Tanaman pelindung ini harus cepat rimbun, mudah dipangkas, daunnya tidak mudah gugur, tahan hama, dan sistem perakarannya dalam seperti tanaman lamtoro atau dadap.[5][13] Di Reunion, tumbuhan ini dipelihara bersama dengan pemeliharaan hutan (wanatani). Sebetulnya vanilla mampu melakukan penyerbukan sendiri atau dibantu oleh lebah dan burung kolibri. Namun penyerbukan ini sulit untuk dilakukan karena ukuran serbuk sari vanila yang besar sehingga biasanya penyerbukannya dilakukan oleh manusia dan sangat memakan tenaga.[14] Tumbuhan ini hanya berbunga selama sehari, sehingga buruh perkebunan harus memeriksa setiap hari untuk melakukan penyerbukan buatan. Selain itu proses panen dan pengemasan juga masih dilakukan oleh tenaga manusia sehingga sangat tidak efisien.[13] Inilah yang menjadikan perkebunan vanilla padat karya.
Vanila dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl. Di daerah asalnya, vanila tumbuh di hutan hujan tropis dengan curah hujan sekitar 1500–3000 mm/tahun dengan suhu sekitar 15-30oC dan kelembaban yang tinggi. Faktor curah hujan dan suhu menjadi faktor penentu bagi pertumbuhan vanila. Vanila harus ditanami pada tempat yang memiliki bulan basah selama 7-8 bulan setahun dengan bulan kering sekitar 2-3 bulan setiap tahunnya. Vanila akan mengalami kematian jika terjadi bulan kering 4 bulan berturut-turut dalam setahun tanpa ada penyiraman[16] Tanah sebagai medium tumbuh vanila harus cukup subur dengan unsur hara yang tinggi dan air yang tidak boleh menggenang. Pada kondisi tanah berlempung perlu ditambahkan pasir agar kelembaban yang berlebih dapat dikurangi. Penambahan pupuk organik dan anorganik dapat dilakukan agar vanila tumbuh dengan subur, membuat tanah menjadi gembur, dan mempertahankan kelembaban tanah.[5][13]
Buahnya merupakan kapsul yang memanjang yang ketika telah masak, akan membuka bagian ujungnya, mengering, dan mengeluarkan aroma yang khas.
Biji tumbuhan ini tidak akan berkecambah tanpa bantuan fungi mikoriza anggrek. Sehingga pembudidaya tidak memperbanyak melalui biji melainkan dari secara stek.
Budidaya
[sunting | sunting sumber]Perbanyakan
[sunting | sunting sumber]Vanilla diperbanyak dengan cara stek dan kultur jaringan. Lahan yang dibutuhkan untuk stek umumnya bervariasi, namun yang dibutuhkan setidaknya adalah dengan mengurangi penerimaan cahaya matahari hingga 50% pada tanaman stek dan dibutuhkan jarak yang cukup antar tanaman. Mulsa dan pengairan secukupnya juga diperlukan.[17] Pohon maupun tiang untuk tempat vanilla merambat harus dipersiapkan sebelumnya.
Perbanyakan dengan kultur jaringan dilakukan pertama kali di Universitas Tamil Nadu, India. Perbanyakan ini dilakukan dengan mengambil sel dari auxillary bud tumbuhan vanilla.[18][19] Perbanyakan secara in vitro juga telah dilakukan melalui kultur kalus, protocorn, node batang, dan ujung akar.[20] Individu yang didapatkan dari kultur jaringan ditumbuhkan di dalam lab hingga setinggi 30 cm sebelum menjadi bibit untuk ditanam di lahan maupun rumah tanaman.[21]
Panen
[sunting | sunting sumber]Buah vanilla matang sekitar enam bulan setelah penyerbukan. Pemanenan harus dilakukan dengan cermat. Tanda buah sudah mulai matang adalah ujung buah vanilla yang mulai berwarna pucat kekuningan, dan setiap buah memiliki waktu kematangan yang tidak sama. Buah yang terlalu matang dapat menyebabkan buah terbelah dan bijinya keluar, sehingga hanya sedikit yang bisa dipanen. Satu pohon vanilla berusia lima tahun dapat menghasilkan antara 1.5 hingga 3 kilogram buah per tahun, dan terus meningkat hingga maksimum 6 kilogram. Jika buah yang masih hijau terlanjur dipanen, buah tersebut masih dapat dijual atau diperam terlebih dahulu untuk mendapatkan harga yang lebih baik.[17][21][22]
Pascapanen
[sunting | sunting sumber]Pascapanen buah vanila meliputi pelayuan, fermentasi, pengeringan, dan pemeraman.[23][24]
- Pelayuan
Pelayuan dilakukan untuk mematikan jaringan vegetatif buah sehingga mencegah pertumbuhan biji vanilla dari dalam buah selama pengolahan berikutnya dan penyimpanan. Metode yang digunakan bervariasi, mulai dari pendinginan hingga pemanasan (dengan air panas, perebusan, oven, atau sinar matahari). Metode yang digunakan menentukan hasil akhir dari buah vanilla.[25][26] Penjemuran untuk membunuh sel vegetatif buah dilakukan di bawah sinar matahari hingga buahnya berwarna kecoklatan. Metode ini umum dilakukan oleh masyarakat Aztec pada zaman dahulu.[25]
- Fermentasi
Pemeraman dilakukan dengan menempatkan tumpukan buah vanilla dalam kondisi lembap dan terinsulasi, biasanya terbungkus kain. Temperatur di dalam tumpukan akan menjadi cukup tinggi antara 45 hingga 75 derajat Celcius dengan kelembaban buah yang masih tinggi, hingga 70 persen. Pada tahap ini, buah vanila sudah mengeluarkan aroma yang khas karena proses enzimatis di dalamnya.[25]
- Pengeringan
Pengeringan mengurangi kadar air dari buah vanilla menjadi antara 25 hingga 30 persen. Kelembaban perlu dikurangi untuk mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri serta meningkatkan rendemen senyawa aromatik di dalam buah. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran.[25]
- Pemeraman
Pemeraman dilakukan dengan menyimpan buah di dalam wadah tertutup selama lima hingga enam bulan. Selama proses ini, aroma dan rasa dari buah vanila terus meningkat.
Vanilla di Indonesia
[sunting | sunting sumber]Produsen utama vanila di dunia antara lain Indonesia, Madagaskar, Meksiko, China, Kosta Rika, dan Komoro. Indonesia dan Madagaskar menguasai sekitar 90% dari pasar vanila di seluruh dunia. Pada pasar internasional, kebutuhan vanila sekitar 32.000 ton pada tahun 2005 dan kebutuhan akan senyawa vanillin meningkat sekitar 7% setiap tahun.[14] Menurut data Kementerian Pertanian tahun 2014,[27] luas area perkebunan vanila di Indonesia adalah 19.728 hektar dengan produksi sekitar 3.314 ton dan untuk Jawa Barat sendiri luas lahan perkebunan vanila mencapai 1.202 hektar dengan produksi sekitar 159 ton. Pada tahun 2012, rata-rata harga polong kering vanila pada pasar domestik adalah Rp45.108,00. Indonesia pada 2012 melakukan ekspor vanila sekitar 278 ton dengan nilai impor sebesar 5.367.000 dollar AS dan impor vanila sekitar 52 ton dengan nilai impor sebesar 408.000 dollar AS.
Vanila Indonesia terkenal akan kandungan vanillin nya yang tinggi yaitu sekitar 2,75% dan diakui oleh United Nations Development Programe (UNDP) memiliki kualitas yang setara dengan Bourbon vanilla yang sudah terkenal di pasar internasional akan kualitasnya. Ini merupakan keunggulan yang harus dimanfaatkan dalam pengembangan kualitas vanila Indonesia terutama bagi komoditas khusus ekspor.[28] Pertanian vanila umumnya diusahai oleh rakyat dengan area perkebunan yang relatif kecil. Padahal pertanian rakyat merupakan roda penggerak perekonomian nasional, tidak hanya sebagai sumber penghasilan petani, namun juga sebagai bahan baku produk lanjutannya.[29] Menilik kondisi geografis Jawa Barat yang didominasi oleh dataran tinggi yang sejuk dengan curah hujan yang tinggi serta tanah yang subur, sudah seharusnya Jawa Barat menjadi produsen vanila utama di Indonesia dan potensi ini seharusnya dimanfaatkan sebaik mungkin.
Senyawa Aktif pada Vanilla
[sunting | sunting sumber]Ekstrak vanilla didapatkan dari setiap bagian dari buah, dari kulit sampai bijinya. Ekstrak vanilla mengandung ratusan jenis senyawa, termasuk asam vanilat, anisaldehid, asam hidroksibenzoat, asam anisat, anisil alkohol, asetaldehida, asam asetat, furfural, asam heksanoat, 4-hidroksibenzaldehida, eugenol, metil cinnamat, asam isobutirat, asam kaproat, vitispiran, fenol, fenol eter, senyawa karbonil, ester, benzil eter, lakton, karbohidrat, lemak, dan garam mineral.[15] Namun yang memberikan aroma khas vanilla yang harum adalah senyawa vanillin (4-hidroksi-3-metoksibenzaldehid). Senyawa minor lainnya yang ikut mempengaruhi rasa yaitu piperonal. Senyawa utama yaitu vanillin dapat dibuat secara sintetis dari fenol dan larut dalam etanol.[30][31]
Vanillin (4-hidroksi-3-metoksibenzaldehid) sendiri adalah senyawa aktif utama pada polong vanila dan menyusun sekitar 85% dari seluruh senyawa volatil pada polong vanila. Senyawa ini merupakan senyawa paling umum yang digunakan sebagai aroma pada es krim, soft drinks, kosmetik, dan parfum. Walaupun vanillin dapat disintesis, tetapi vanillin alami masih lebih disukai konsumen karena alasan keamanan, kepercayaan, dan dianggap lebih bebas pengawet. Senyawa vanillin dilaporkan memiliki aktivitas anticlastogenic, antimutagenik, dan antikarsinogenik dan mampu mereduksi risiko kerusakan kromosom lewat analisis sinar X dan UV. Vanillin secara efektif mampu menghambat kerusakan sel darah merah pada pasien sickle cell anemia. Selain itu vanillin juga bersifat afrodisiak, antioksidan, dan antimikroba.[15]
Vanillin dapat diekstrak dari polong lewat proses percolation atau oleoresin. Metode percolation dilakukan dengan sirkulasi pelarut etanol/air dengan konsentrasi 35-50:65-50 (v/v) pada kondisi vakum selama 48-72 jam. Proses oleoresin dilakukan dengan penghancuran polong dan disirkulasikan dengan etanol pada suhu 45oC pada keadaan vakum selama 8-9 hari. Alkoholnya kemudian diuapkan.[14]
Sifat antioksidan vanillin telah diuji dalam berbagai metode seperti oxygen radical absorption capacity (ORAC) assay dan oxidative hemolysis inhibition assay (OxH-LIA) dan ditemukan bahwa sifat antioksidannya lebih kuat dibandingkan dengan asam askorbat (vitamin C) dan Trolox. Vanillin dilaporkan menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan negative, ragi, dan juga kapang. Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae, Zygosaccharomyces bailii, Zygosaccharomyces rouxii, dan Debaryomyces bansenii teramati terhambat pada medium sari apel yang mengandung 2000 ppm vanillin setelah diinkubasi selama 40 hari pada suhu 27oC[14]
Alternatif
[sunting | sunting sumber]Vanillin dapat dibuat secara kimiawi, melalui modifikasi fenol guaiacol yang didapatkan dari minyak bumi[32] maupun dari lignin, limbah industri kertas dan pulp. Meski demikian, aroma dan khasiat vanillin tidak akan benar-benar sama dengan ekstrak vanilla karena vanillin, meskipun dominan, hanya satu dari 171 senyawa aromatik yang ditemukan dalam buah vanilla.[33] Pada masa lalu, vanillin diproduksi secara biosintetik dari eugenol, namun perlahan harganya menjadi semakin mahal karena permintaan eugenol dan bahan bakunya (cengkih) meningkat.[32]
Bunga Leptotes bicolor digunakan sebagai pengganti vanilla di Paraguay dan Brazil.
Di Amerika Serikat, castoreum yang merupakan eksudat dari berang-berang dewasa dikategorikan sebagai bahan tambahan makanan oleh FDA karena memiliki aroma yang mirip dengan vanilla dan raspberry.[34][35]
Analisis Metabolomik Tanaman Vanilla
[sunting | sunting sumber]Selain studi analitik mengenai senyawa-senyawa yang dikandung dalam polong vanila, pendekatan metabolomik juga dilakukan untuk mendapatkan data metabolit yang lengkap, akurat, dan komprehensif. Polong vanila dianalisis menggunakan H-NMR dan LC-MS dan dilakukan analisis multivariate. Polong vanila dari enam umur yang berbeda dianalisis dengan NMR untuk mengetahui kelas metabolit fenolik, karbohidrat, dan asam organik. Hasil menunjukan bahwa terdapat perbedaan pada senyawa aromatik dari masing-masing umur polong.
Kandungan senyawa vanillin teramati meningkat dari waktu ke waktu. Selain itu teramati adanya kandungan homocitric acid yang tidak umum ditemukan pada tanaman karena keberadaan senyawa ini melibatkan proses biosintesis lisin pada fungi. Penjelasan yang mungkin adalah tanaman vanila berasosiasi dengan fungi mikoriza. Pada analisis PCA dan PLS-DA menunjukkan bahwa polong muda memiliki kandungan glukosa, asam malat, homocitric acid, dan glukosida yang lebih tinggi sementara polong tua memiliki kandungan sukrosa, glukovanilin, p-hydroxybenzaldehyde glucoside, dan p-hydroxybenzaldehyde yang lebih tinggi. Analisis LC-MS lebih ditargetkan untuk senyawa fenolik. Hasil menunjukkan senyawa vanillin terdeteksi sebagai senyawa aglycone dan glukosida pada polong muda. p-hydroxybenzyl alkohol terdeteksi hanya setelah proses hidrolisis
Beberapa studi menunjukkan bahwa senyawa glukovanilin, p-hydroxybenzyl alcohol glucoside dan glukosida A dan B sebagai senyawa fenolik mayor yang ditemukan pada polong vanila muda. Hasil analisis metabolomik ini dapat dijadikan landasan dalam mengklarifikasi jalur biosintesis vanillin pada polong muda dan dapat juga dijadikan sebagai acuan dalam kontrol kualitas polong vanila. Studi lebih lanjut yang perlu dikembangkan adalah enzim apa saja yang berperan dalam jalur biosintesis vanillin tersebut[36]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ James D. Ackerman (June 2003). "Vanilla". Flora of South America. 26 (4): 507. Diakses tanggal 2008-07-22.
Spanish vainilla, little pod or capsule, referring to long, podlike fruits
- ^ The Herb Society of Nashville (2008-05-21). "The Life of Spice". The Herb Society of Nashville. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-09-20. Diakses tanggal 2008-07-23.
- ^ Janet Hazen (1995). Vanilla. Chronicle Books. Diakses tanggal 2008-07-23.
- ^ Silver Cloud Estates. "History of Vanilla". Silver Cloud Estates. Diakses tanggal 2008-07-23.
- ^ a b c Henuhili, Victoria. 2004. Budidaya Tanaman Vanila. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. p. 1-7
- ^ Lubinsky, Pesach; Bory, Séverine; Hernández Hernández, Juan; Kim, Seung-Chul; Gómez-Pompa, Arturo (2008). "Origins and Dispersal of Cultivated Vanilla (Vanilla planifolia Jacks. [Orchidaceae])". Economic Botany. 62 (2): 127–38. doi:10.1007/s12231-008-9014-y.
- ^ Besse, Pascale; Silva, Denis Da; Bory, Séverine; Grisoni, Michel; Le Bellec, Fabrice; Duval, Marie-France (2004). "RAPD genetic diversity in cultivated vanilla: Vanilla planifolia, and relationships with V. Tahitensis and V. Pompona". Plant Science. 167 (2): 379–85. doi:10.1016/j.plantsci.2004.04.007.
- ^ "Vanilla growing regions". The Rodell Company. 2008-01-07. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-06-10. Diakses tanggal 2008-07-22.
- ^ The Nielsen-Massey Company (2007-09-17). "History of vanilla". The Nielsen-Massey Company. Diakses tanggal 2008-07-23.
- ^ "Brockman, Terra Types of Vanilla June 11, 2008 Chicago Tribune". Chicagotribune.com. 2008-06-11. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-06-16. Diakses tanggal 2010-05-01.
- ^ Le Cordon Bleu (2009). Le Cordon Bleu Cuisine Foundations. Cengage learning. hlm. 213. ISBN 978-1-4354-8137-4.
- ^ Parthasarathy, V. A.; Chempakam, Bhageerathy; Zachariah, T. John (2008). Chemistry of Spices. CABI. hlm. 2. ISBN 978-1-84593-405-7.
- ^ a b c d Exley, Richard. 2010. Vanilla Production, Processing, and Packaging. Melbourne. International Specialised Skills Institute. p. 5-19
- ^ a b c d e Tan, B.C. and Chin, C. F. 2015. Vanilla planifolia: An Economically Important Orchid and Its Propagation. Minerva Biotecnologica 27(2): 107-116
- ^ a b c Menon, Shruthi and Nayeem, Naira. 2013. Vanilla planifolia: A Review of a Plant Commonly Used as Flavouring Agent. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research 20(2): 225-228
- ^ Supriadi, H., Hadad, M.E.A., Wardiana, E. 2014. Analisis Komponen Hasil Vanila Alor pada Beberapa Agroekologi di Nusa Tenggara Timur. Jurnal Littri 20(3): 142-150
- ^ a b Elizabeth, K. G. (2002). "Vanilla: an orchid spice". Indian Journal of Arecanut Spices and Medicinal Plants. 4 (2): 96–8.
- ^ George, P. S.; Ravishankar, G. A. (1997). "In vitro multiplication of Vanilla planifolia using axillary bud explants". Plant Cell Reports. 16 (7): 490–4. doi:10.1007/BF01092772.
- ^ Kononowicz, H.; Janick, J. (1984). "In vitro propagation of Vanilla planifolia". HortScience. 19 (1): 58–9.
- ^ Giridhar P, Ravishankar GA (2004). "Efficient micropropagation of Vanilla planifolia Andr. under influence of thidiazuron, zeatin and coconut milk". Indian Journal of Biotechnology. 3 (1): 113–8.
- ^ a b Anilkumar, A. S. (February 2004). "Vanilla cultivation: A profitable agri-based enterprise" (PDF). Kerala Calling: 26–30. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-02-28. Diakses tanggal 2014-05-06.
- ^ Davis, Elmo W. (1983). "Experiences with growing vanilla (Vanilla planifolia)". Acta Horticulturae. 132: 23–9.
- ^ Havkin-Frenkel D, French JC, Graft NM (2004). "Interrelation of curing and botany in vanilla (vanilla planifolia) bean". Acta Horticulturae. 629: 93–102.
- ^ Havkin-Frenkel, D.; French, J. C.; Pak, F. E.; Frenkel, C. (2003). "Botany and curing of vanilla". Journal of Aromatic medicinal plants.
- ^ a b c d Frenkel, Chaim; Ranadive, Arvind S.; Vázquez, Javier Tochihuitl; Havkin-Frenkel, Daphna (2010). "Curing of Vanilla". Dalam Havkin-Frenkel, Daphna; Belanger, Faith. Handbook of Vanilla Science and Technology. John Wiley & Sons. hlm. 79–106 [87]. ISBN 978-1-4443-2937-7.
- ^ Arana, Francisca E. (October 1944). "Vanilla curing and its chemistry". Bulletin. Federal Experiment Station of the United States Department of Agriculture in Mayaguez, Puerto Rico (42): 1–17.
- ^ Kementerian Pertanian. 2013. Statistik Perkebunan Indonesia: Tanaman Rempah dan Penyegar. Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan. p. 109-134
- ^ Suharyanto, E., Nurcahyani, E., Hadisutrisno, B., Sumardi, I. 2013. Anatomical Characterization of Selected Planlet Vanilla planifolia Andrews. on Fusaric Acid, Resistant to Fusarium oxysporum f. sp. vanilla. International Conference on Biological Sciences p. 309-316
- ^ Elizabeth, Roosganda. 2005. Keragaan dan Budidaya Komoditas Panili di Indonesia (Studi Kasus di Kabupaten Minahasa). Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian 5(3): 1-13
- ^ Gobley, N.-T. (1858) "Recherches sur le principe odorant de la vanille" (Research on the fragrant substance of vanilla), Journal de Pharmacie et de Chimie, series 3, vol. 34, pages 401–405.
- ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-03-26. Diakses tanggal 2014-05-04.
- ^ a b Hocking, Martin B. (1997). "Vanillin: Synthetic Flavoring from Spent Sulfite Liquor". Journal of Chemical Education 74 (9): 1055–1059. doi:10.1021/ed074p1055. Periksa nilai
|doi=
(bantuan). Diakses tanggal 2006-09-09. - ^ "About Vanilla – Vanilla imitations". Cook Flavoring Company. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-30. Diakses tanggal 2011-06-22.
- ^ Burdock GA (2007). "Safety assessment of castoreum extract as a food ingredient". Int. J. Toxicol. 26 (1): 51–5. doi:10.1080/10915810601120145. PMID 17365147.
- ^ Burdock, George A., Fenaroli's handbook of flavor ingredients. CRC Press, 2005. p. 277.
- ^ Palama, Tony Lionel. 2010. NMR-based Metabolomic Characterization of Vanilla planifolia. Leiden. Universiteit Leiden. p. 2-128
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- "Vanilla". Encyclopedia Americana. 1920.
- History, Classification and Lifecycle of Vanilla planifolia Diarsipkan 2012-02-25 di Wayback Machine.
- Spices at UCLA History & Special Collections
- Vanilla and Extracts di Curlie (dari DMOZ)
- "The Present State of the West-Indies: Containing an Accurate Description of What Parts Are Possessed by the Several Powers in Europe" by Thomas Kitchin, 1778, in which Kitchin discusses vanilla