(Translated by https://www.hiragana.jp/)
Arca Bhairawa - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Lompat ke isi

Arca Bhairawa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Arca Bhairawa
Arca Bhairawa yang diduga perwujudan Adityawarman, salah satu koleksi penting Museum Nasional, Jakarta
Bahan bakuBatu
UkuranTinggi 4,41 meter, berat 4 ton.[1]
DibuatKurun 1347–1375, paruh kedua abad ke-14
DitemukanKompleks percandian Padang Roco, Dharmasraya, Sumatera Barat (1935)
Lokasi sekarangMuseum Nasional, Jakarta

Arca Bhairawa adalah patung batu raksasa dan kini menjadi salah satu koleksi pameran utama di Museum Nasional Indonesia.[1] Arca ini menggambarkan "Bhairawa", suatu dewa-raksasa dalam aliran sinkretisme Tantrayana, yaitu pengejawantahan Siwa sekaligus Buddha sebagai raksasa yang menakutkan. Arca ini dikaitkan sebagai perwujudan Raja Adityawarman karena ia adalah penganut Buddha aliran Tantrayana Kalachakra.[2]

Deskripsi

[sunting | sunting sumber]

Patung batu raksasa ini berukuran tinggi 4,41 meter dan berat 4 ton[3] dan terbuat dari batu andesit. Bhairawa digambarkan sebagai raksasa mengerikan sebagai perwujudan hasrat negatif,[1] serta merupakan perwujudan Siwa sekaligus Buddha dalam aliran Tantrayana.[2] Arca Bhairawa memiliki dua tangan, tangan kiri memegang mangkuk dari tengkorak manusia berisi darah manusia dan tangan kanan membawa pisau belati. Penggambaran Bhairawa membawa pisau konon untuk menunjukkan upacara ritual Matsya atau Mamsa. Membawa mangkuk itu untuk menampung darah dalam upacara meminum darah.

Bhairawa merupakan dewa Siwa dalam salah satu aspek perwujudannya. Bhairawa berkategori ugra (ganas) dan digambarkan bersifat kejam, berwujud mengerikan, memiliki taring, dan bertubuh sangat besar seperti raksasa. Rambutnya disanggul besar ke atas menyerupai bola, tetapi di tengahnya terdapat arca Buddha Amitabha, laksana atau atribut seperti ini merupakan atribut bodhisattwa Awalokiteswara, hal ini menggambarkan aspek sinkretisme Tantrayana yang memadukan unsur Hindu dan Buddha. Bhairawa mengenakan perhiasan yang raya berupa mahkota dan kalung, sementara kelat bahu, gelang tangan dan gelang kakinya berupa belitan ular, sedangkan ikat pinggangnya berukir kepala kala. Bhairawa ini digambarkan tengah menginjak orang cebol yang tengah terlentang dan berdiri di atas lapik delapan tengkorak berjajar yang menggambarkan lapangan mayat.

Arca raksasa ini aslinya terletak di bukit di tengah persawahan di kompleks percandian Padang Roco, Dharmasraya, Sumatera Barat, menghadap ke arah timur dan dibawahnya mengalir sungai Batanghari. Dahulu, di tempat strategis itu Bhairawa dengan gagah berdiri memandang ke arah Sungai Batanghari, sehingga siapa pun yang melewati sungai tersebut akan mudah melihatnya. Dikatakan strategis karena Padang Roco merupakan gerbang masuk melalui Batanghari menuju pusat pemerintahan Kerajaan Malayu di Sumatera Barat, dan arca raksasa ini berfungsi sebagai markah tanah.

Arca raksasa ini sempat roboh dan terkubur tanah, hanya satu sisi bagian lapik (alas) yang menyembul ke permukaan tanah. Penduduk setempat yang tidak menyadari keberadaan arca itu menjadikan batu itu sebagai batu pengasah parang dan membuat lubang lumpang batu sebagai lesung untuk menumbuk padi. Hingga kini pun bekas lubang itu dapat ditemukan pada sisi landasan arca ini. Patung yang dikaitkan dengan perwujudan Raja Adityawarman itu diangkut oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1935 ke Kebun Margasatwa Bukittinggi. Lalu pada tahun 1937 arca ini diboyong ke Museum Nasional di Batavia dan menghuni Museum Nasional hingga kini.

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c "Collection: Adityavarman". National Museum of Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-05-27. Diakses tanggal 28 May 2015. 
  2. ^ a b "Arca Bhairawa" (dalam bahasa Indonesian). National Museum of Indonesia. 14 October 2010. Diakses tanggal 28 May 2015. 
  3. ^ "Koran Tempo: Menyusuri Jejak Ekspedisi Pamalayu". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-25. Diakses tanggal 2010-11-23.