Li Yuanhong
Li Yuanhong | |
---|---|
Presiden Republik Tiongkok | |
Masa jabatan 7 Juni 1916 - 1 Juli 1917 | |
Wakil Presiden | Feng Guozhang |
Masa jabatan 12 Juli 1917 - 17 Juli 1917 | |
Masa jabatan 11 Juni 1922 - 13 Juni 1923 | |
Wakil Presiden Republik Tiongkok | |
Masa jabatan 1 Januari 1912 - 6 Juni 1916 | |
Presiden | Sun Yat-sen Yuan Shikai |
Informasi pribadi | |
Lahir | Huangpi, Hubei, Dinasti Qing | 19 Oktober 1864
Meninggal | 3 Juni 1928 Tianjin, Republik Tiongkok | (umur 63)
Partai politik | Partai Progresif |
Karier militer | |
Dinas/cabang | Angkatan Laut Beiyang Angkatan Darat Provinsi Hubei Tongmenghui (1911) |
Pertempuran/perang | Revolusi Xinhai |
Sunting kotak info • L • B |
Li Yuanhong (19 Oktober 1864 – 3 Juni 1928) adalah tokoh politik selama Dinasti Qing dan era republik. Dia dua kali menjabat Presiden Republik Tiongkok antara 1916 dan 1917, dan antara 1922 dan 1923.
Kehidupan awal
[sunting | sunting sumber]Berasal dari distrik Huangpi, Hubei, ia adalah putra seorang veteran Qing dari Pemberontakan Taiping bernama Li Chaoxiang (Bahasa Mandarin:
Keunggulan nasional
[sunting | sunting sumber]Ketika Revolusi Xinhai tahun 1911 meletus, para pemberontak yang melakukan aksinya dalam Pemberontakan Wuchang membutuhkan seorang perwira tinggi yang disegani sebagai tokoh mereka. Li adalah sosok yang dihormati, dia juga mendukung Gerakan Perlindungan Kereta Api dan tahu bahasa Inggris, yang akan berguna dalam menangani masalah dengan orang asing. Dia dilaporkan diseret ketika bersembunyi di bawah tempat tidur istrinya dan dipaksa dengan todongan senjata untuk menjadi gubernur militer sementara Hubei, meskipun dia pernah membunuh beberapa pemberontak. Walaupun pada awalnya enggan, ia kemudian mendukung revolusi setelah gerakan ini semakin menggelora di mana-mana, dia diangkat menjadi gubernur militer Tiongkok pada 30 November. Perdana Menteri Qing Yuan Shikai bernegosiasi mengenai gencatan senjata dengannya pada 4 Desember.
Sementara Li menjadi komandan pasukan pemberontak, Sun Yat-sen bersama partai Tongmenghui-nya menjadi presiden sementara pertama di Nanjing pada 1 Januari 1912. Li diangkat menjadi wakil presiden sebagai bentuk kompromi berbagai pihak dan ia membentuk Perhimpuan Rakyat untuk mengkampanyekan kepresidenan. Sementara itu, utara masih di bawah kendali dinasti Qing. Negosiasi membuat Sun mundur demi Yuan Shikai sebagai presiden dengan Li tetap menjabat sebagai wakil presidennya. Peristiwa ini mengakhiri kekuasaan dinasti Qing dan menyatukan kembali Tiongkok utara dan selatan. Perhimpunan Rakyat kemudian bergabung dengan kelompok pro-Yuan yaitu Partai Republik.
Pada tahun 1913, ia menggabungkan Partai Republik dengan Partai Demokrat pimpinan Liang Qichao untuk membentuk Partai Progresif, yang kemudian menjadi oposisi dan saingan terbesar bagi partai Kuomintang pimpinan Sun. Dia mendukung Yuan dan melawan Sun selama Revolusi Kedua yang membuatnya bermusuhan dengan mantan rekannya. Ketika Yuan melakukan kudeta kepresidenannya, Li dipandang sebagai ancaman potensial dan dikurung di Beijing di mana ia menjadi pengamat pasif di bawah cengkeraman Yuan. Yuan tidak pernah bisa sepenuhnya mempercayai Li karena dia bukan anak didik dalam lingkaran Tentara Beiyang dan karena hubungannya dengan kaum revolusioner pada masa lalu. Meskipun demikian, Yuan menikahkan putranya dengan putri Li untuk memperkuat ikatan mereka. Li berhasil mempertahankan jabatan sebagai wakil presiden tetapi dia tidak memiliki kekuasaan. Beberapa faksi meminta Li untuk mengklaim kepresidenan ketika Yuan mengangkat dirinya sendiri sebagai kaisar pada tahun 1916. Dia menolak karena khawatir akan kelanjutan hidupnya, tetapi dia juga menolak gelar Pangeran yang diberikan oleh Yuan pada masa Kekaisaran Tiongkok (1915–1916),[1] keputusan yang akan membantunya berdiri nanti. Li tetap dalam pengasingan yang dilakukannya sendiri di kediamannya selama periode monarki Yuan dan bahkan sampai kematian Yuan.
Kepresidenan dan kehidupan selanjutnya
[sunting | sunting sumber]Li menjabat sebagai presiden dari 7 Juni 1916 hingga 17 Juli 1917. Ketika Yuan meninggal, dia meninggalkan surat wasiat yang berisi nama Li bersama dengan Perdana Menteri Duan Qirui dan Xu Shichang sebagai calon penggantinya. Surat wasiat adalah tradisi kekaisaran yang dimulai oleh Kaisar Kangxi, dan dianggap tidak konstitusional pada era republik Tiongkok. Meskipun demikian, para jenderal Beiyang mendesak Li untuk menjabat sebagi presiden, karena ia dapat diterima oleh provinsi-provinsi di selatan yang memberontak. Li mencoba untuk kembali ke pengaturan konstitusional 1912, tetapi Duan yang memegang kekuasaan di pemerintahan menolak. Majelis Nasional Republik Tiongkok berkumpul kembali pada 1 Agustus 1916, setelah dibubarkan lebih dari dua setengah tahun sebelumnya.
Duan sangat ingin menarik Tiongkok memasuki kancah Perang Dunia I tetapi Li masih ragu-ragu. Mereka berkonflik sangat sengit ketika Duan memutuskan hubungan dengan Kekaisaran Jerman. Li memaksa Duan mengundurkan diri pada 23 Mei 1917, ketika kasus Duan mengadakan transaksi pinjaman rahasia dengan perdana menteri Kekaisaran Jepang mulai terkuak. Duan melarikan diri ke Tianjin untuk menghimpun kekuatan pasukannya, dan sebagian besar jenderal mulai meninggalkan pemerintahan. Sebagai tanggapan, Li meminta bantuan Jenderal Zhang Xun seorang loyalis Qing. Zhang meminta pembubaran parlemen sebagai imbalan atas bantuannya, dan permintaannya itu dikabulkan pada 13 Juni. Zhang, yang diam-diam pro-Jerman, secara tak terduga menduduki Beijing dari 14 Juni hingga 12 Juli 1917 dan menjadikan presiden Li sebagai tahanan. Zhang kemudian melanjutkan manuvernya yang justru akan merusak sebagian besar dukungan terhadap dirinya ketika ia berusaha memulihkan sistem monarki Kaisar Puyi dan dinasti Qing pada 1 Juli. Li akhirnya dilepaskan di kedutaan Jepang di mana dia meminta bantuan Duan dalam menyelamatkan Republik. Duan berhasil menggulingkan Zhang dalam waktu dua minggu, dan memulihkan Republik pada 12 Juli, Duan sendiri diangkat kembali sebagai perdana menteri pada 14 Juli. Wakil Presiden Feng Guozhang diangkat menjadi presiden di pemerintahan Nanjing. Pada 17 Juli, putus asa dari berbagai peristiwa yang terjadi belakangan ini, Li secara resmi mengundurkan diri dari kantor dan pindah ke Tianjin menjalani masa pensiun.
Dia menjabat lagi sebagai presiden Tiongkok antara 11 Juni 1922 dan 13 Juni 1923 setelah Cao Kun memaksa Presiden Xu Shichang keluar. Li dipilih karena dia dihormati oleh semua faksi dan diharapkan dapat menyatukan Tiongkok kembali. Dia berkeyakinan bahwa para panglima perang harus dibubarkan, mereka tidak pernah dihormati. Seperti masa jabatan pertamanya, dia kembali memanggil para anggota Majelis Nasional sebelumnya, tetapi dia sekarang bahkan lebih tidak berdaya daripada sebelumnya. Hal ini terlihat ketika dia mengorganisir "Kabinet Orang-Orang Cakap" yang terdiri dari para pakar bergengsi tetapi menjadi tidak maksimal ketika dia menangkap menteri keuangan karena korupsi namun setelah pengadilan menguji kebenaran desas desus dan bukti-bukti lainnya yang kebanyakan sekunder dan tidak berhubungan langsung, hakim memutuskan untuk membatalkan tuduhan korupsi tersebut. Cao segera menuntaskan ambisinya untuk menjadi presiden dengan mengatur pemogokan guna memaksa Li keluar dari kantor. Cao menyuap semua anggota majelis agar memilihnya, dan dia berhasil. Ketika Li mengosongkan ibu kota, dia berusaha membawa cap kepresidenan bersamanya tetapi berhasil dicegat. Akhirnya dia melarikan diri ke Jepang sambil melakukan perawatan medis dan kembali ke Tianjin pada tahun 1924 di mana dia kemudian meninggal tidak lama kemudian. Makamnya dibangun tahun 1935 dan dipulihkan pada tahun 2011, terletak di kampus Universitas Huazhong di Wuhan. Dia menikah dengan Wu Jingjun (1870-1930)dan memiliki empat orang anak.
Referensi
[sunting | sunting sumber]Li Yuanhong
| ||
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Yuan Shikai |
Presiden Republik Tiongkok 7 Juni 1916 – 17 Juli 1917 |
Diteruskan oleh: Feng Guozhang |
Didahului oleh: Xu Shichang |
Presiden Republik Tiongkok 11 Juni 1922 – 13 Juni 1923 |
Diteruskan oleh: Cao Kun |