Konfusianisme
Netralitas artikel ini dipertanyakan. |
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Konfusianisme atau Konghucu adalah sebuah kepercayaan yang resmi dan diakui di Indonesia bersama dengan 5 kepercayaan lain. Konfusianisme dianggap sebagai agama yang muncul sebagai akibat dari keadaan politik di Indonesia pada era Orde Baru. Konfusianisme lazim dikaburkan makna dan hakikatnya sebagai filsafat atau pandangan hidup.
Konfusianisme | |||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Hanzi: | 儒 | ||||||||||||||||
Makna harfiah: | "ru sekolah pemikiran" | ||||||||||||||||
|
Konfusius menganggap dirinya sebagai pemancar nilai-nilai budaya yang diwarisi dari Xia (c. 2070–1600 SM), Shang (c. 1600–1046 SM) dan dinasti Zhou Barat (c. 1046–771 SM).[2] Konfusianisme ditekan selama Dinasti Qin yang Legalis dan otokratis (221–206 SM), tetapi bertahan. Selama dinasti Han (206 SM–220 M), pendekatan Konfusianisme mengesampingkan "proto-Taois" Huang–Lao sebagai ideologi resmi, sementara para kaisar mencampurkan keduanya dengan teknik Legalisme realis.[3]
Sejarah
suntingKonfusianisme sebagai agama dan filsafat
suntingKonfusianisme umumnya memang tidak muncul dalam bentuk agama di dunia, bahkan di berbagai negara asia seperti Korea, Jepang, Taiwan, Hongkong dan Tiongkok sekalipun. Namun di Indonesia Konghucu diakui sebagai salah satu dari 6 agama yang dianut masyarakat. Konghucu sebagai agama digagas Kang Youwei menjelang keruntuhan Dinasti Qing tahun 1900. Namun gagasan Kang Youwei tampaknya tidak diterima oleh komunitas Tionghoa perantauan di berbagai negara, apalagi di Tiongkok sendiri pemerintah merekognisi 5 agama yaitu Buddha, Tao, Kristen, Katolik, dan Islam.[4] Dalam bahasa Tionghoa, ajaran Konghucu dikenal dengan istilah Kongjiao (
Konghucu sebagai institusi agama di Indonesia menerapkan hal-hal berikut.
- Mengangkat Konfusius sebagai salah satu nabi (
先 知 ) - Menetapkan Litang (Gerbang Kebajikan) dan klenteng sebagai tempat ibadah resmi bagi umat Khonghucu. Penggunaan istilah kelenteng ini melahirkan kerancuan, karena klenteng sesungguhnya adalah istilah umum yang digunakan masyarakat awam untuk menyebut semua tempat ibadah berarsitektur Tiongkok. Di Indonesia, kelenteng-kelenteng tertua justru adalah tempat ibadah umat Buddha, dan Tao. Sedangkan untuk Konghucu baru hadir pada 1906 di Surabaya dan satu-satunya di Asia Tenggara. Sebelum 1906 tidak ada tempat ibadah Agama Konghucu di Indonesia.
- Menetapkan Sishu Wujing (
四書 五經 ) sebagai kitab suci resmi - Menetapkan tahun baru Imlek, sebagai hari raya keagamaan resmi, meskipun menyebabkan kontroversi karena di berbagai belahan dunia Imlek bukanlah hari raya agama tertentu.
- Hari-hari raya keagamaan lainnya; Imlek, Hari lahir Khonghucu (27-8 Imlek), Hari Wafat Khonghucu (18-2-Imlek), Hari Genta Rohani (Tangce) 22 Desember, Chingming (5 April), Qing Di Gong (8/9-1 Imlek) dsb.[5]
- Rohaniwan; Jiao Sheng (Penyebar Agama), Wenshi (Guru Agama), Xueshi (Pendeta), Zhang Lao (Tokoh/Sesepuh).
- Kalender Imlek terbukti dibuat oleh Nabi Kongzi (Konfusius). Nabi Kongzi mengambil sumbernya dari penangalan dinasti Xia (2200 SM) yang sudah ditata kembali oleh Nabi Khongcu.[butuh rujukan]
Tahun Zaman Nabi Khongcu Tahun Baru jatuh 22 Desember. 4 Februari pergantian musim dingin ke musim semi. Jadi Imlek bukan perayaan musim semi. Perkiraan tanggal 1 imlek, rentang waktunya 15 hari kedepan dan 15 hari kebelakang dari 4 Februari tersebut.Tiap 4 atau 5 tahun sekali ada bulan ke 13, untuk menggenapi agar perhitungan tersebut tidak berubah.[perlu dijelaskan]
Di zaman Orde Baru, pemerintahan Soeharto melarang segala bentuk aktivitas berbau kebudayaan dan tradisi Tionghoa di Indonesia. Ini menyebabkan banyak pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa menjadi tidak berstatus sebagai pemeluk salah satu dari 5 agama yang diakui. Untuk menghindari permasalahan politis (dituduh sebagai ateis dan komunis), pemeluk kepercayaan tadi kemudian diharuskan untuk memeluk salah satu agama yang diakui, mayoritas menjadi pemeluk agama Buddha, Islam, Katolik, atau Protestan. Klenteng yang merupakan tempat ibadah umat Buddha Tionghoa terpaksa mengubah nama dari Mandarin ke terjemahan Sansekertanya. Hal ini dilakukan karena penguasa Orba melarang segala hal yang terkait Tiongkok, termasuk aksara dan bahasa melalui Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967. Maka Kwan Im Teng di berbagai wilayah berganti nama menjadi Wihara Avalokitesvara atau pun menggunakan bahasa Indonesia menjadi Wihara Dewi Welas Asih. Ho Tek Ceng Sin menjadi Wihara Amurwabumi dan sebagainya. Namun sebagian lainnya tetap menggunakan nama Mandarin tapi mengganti aksara Tiongkok menjadi huruf latin.
Sejak berdirinya Boen Bio di Surabaya pada 1906, lalu diikuti berdirinya organisasi Kong Kau Hwe di Surakarta 1923, Kong Tju Bio di Cirebon 1932, dan lain-lain, jumlah penganut Konghucu memang tidak berkembang sebagaimana diharapkan. Hal ini diakibatkan sejak semula, gagasan dari Kang Youwei ini di Hindia Belanda ditentang mayoritas masyarakat Tionghoa. Perdebatan di media massa pada jaman tersebut menunjukkan bahwa gagasan ini tidak menjadi arusutama. Apalagi setelah masa orde baru, kondisi sosial politik sangat tidak kondusif bagi perkembangan Agama Konghucu.
Agama Konghucu pada zaman Orde Reformasi
suntingSeusai Orde Baru, pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa mulai mendapatkan kembali pengakuan atas identitas mereka sejak masa kepemimpinan presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui UU No 1/Pn.Ps/1965 yang menyatakan bahwa agama-agama yang banyak pemeluknya di Indonesia antara lain Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Ajaran Konfusianisme
suntingArtikel ini ditulis seperti opini yang menulis pendapat penulis Wikipedia mengenai suatu topik, daripada menuliskannya menurut pendapat para ahli mengenai topik tersebut.. |
Ajaran Konfusianisme dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao (
Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Konfusius yang lahir pada tahun 551 SM dengan nama Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Ia dikenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Konfusius banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Ia wafat pada tahun 479 SM.
Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tetapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disembah, yang dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral.
Ajaran ini dikembangkan oleh muridnya Mengzi ke seluruh Tiongkok dengan beberapa penyempurnaan.
Intisari ajaran Konghucu
suntingFalsafah Dasar
sunting1. Tian
- Tian adalah Maha Pencipta alam semesta. Manusia tidak dapat memahami hakikat sejati Tian sehingga Ia dilambangkan dengan ciri-ciri berikut:[6]
- Yuan: yang selalu hadir.
- Heng: yang selalu berhasil.
- Li: yang selalu membawa berkah.
- Zhen: yang selalu adil, tidak membeda-bedakan.
2. Xing
- Xing adalah jati diri manusia, kodrat, yaitu perwujudan firman Tian (Tian Ming) dalam diri manusia. Xing menghubungkan Tian dengan segala ciptaannya. Manusia sulit mengenali xingnya karena tertutup oleh emosi, napsu; maka manusia harus dibimbing dengan pedoman etika. Meskipun xing setiap manusia berbeda-beda, tetapi memiliki satu persamaan yaitu Ren (perikemanusiaan).[6]
3. Ren
- Ren atau perikemanusiaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Zhong (setia) dan Shu (solidaritas).[6]
- Zhong merupakan kependekan dari istilah zhong yi Tian (lit. setia kepada Tuhan), yaitu berserah diri,lahir dan batin kepada Tuhan.
- Shu merupakan kependekan dari istilah shu yi ren (lit. solider kepada sesama manusia atau "cinta kasih sejati".
- Terdapat dua istilah yang menerangkan arti Shu lebih lanjut.[6]
- Ji suo bu yu, wu shi yu ren, yaitu "apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan dilakukan terhadap orang lain". (Lunyu)
- Ji yu li er li ren, ji yu da er da ren, yaitu "kalau ingin tegak, buatlah orang lain juga tegak; jika ingin maju, buatlah orang lain juga maju".
Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui)
suntingDelapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Khonghucu:
- Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
- Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
- Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
- Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
- Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
- Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
- Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
- Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)
Lima Sifat Mulia (Wu Chang)
suntingLima Sifat Kekekalan (Wu Chang):[6]
1. Ren - Cinta Kasih
- yaitu sifat mulia pribadi seseorang terhadap moralitas, cinta kasih, kebajikan, kebenaran, tahu-diri, halus budi pekerti, tanggang rasa, perikemanusiaan. Ini merupakan sifat manusia yang paling mulia dan luhur.
2. Yi - Kebenaran/ Keadilan/ Kewajiban
- yaitu sifat mulia pribadi seseorang dalam solidaritas serta senantiasa membela kebenaran. Bila Ren sudah ditegakkan, maka Yi harus menyertai.
3. Li - Kesusilaan/ Kepantasan
- yaitu sifat mulia pribadi seseorang yang bersusila, sopan santun, tata krama, dan budi pekerti. Semula Li hanya dikaitkan dengan perilaku yang benar dalam upacara keagamaan, tetapi selanjutnya diperluas hingga ke adat-istiadat dan tradisi dalam masyarakat.
4. Zhi - Bijaksana
- yaitu sifat mulia pribadi seseorang yang arif bijaksana dan penuh pengertian. Kong Hu Cu merangkaikan munculnya kebijaksanaan seseorang dengan selalu sabar dalam mengambil tindakan, penuh persiapan, melihat jauh ke depan, serta memperhitungkan segala kemungkinan yang akan terjadi.
5. Xin - Dapat dipercaya
- yaitu sifat pribadi seseorang yang selalu percaya diri, dapat dipercaya orang lain, dan senantiasa menepati janji.
Lima Etika (Wu Lun)
suntingLima hubungan norma etika dalam bermasyarakat merupakan bentuk dasar interaksi manusia. Dengan menjalani kehidupan yang sesuai dengan asas Wu Lun, seseorang akan menikmati keselarasan dalam kepribadiannya maupun dalam hubungannya dengan masyarakat.[6]
- Hubungan antara Pimpinan dan Bawahan
- Hubungan antara Suami dan Isteri
- Hubungan antara Orang tua dan anak
- Hubungan antara Kakak dan Adik
- Hubungan antara Kawan dan Sahabat
Delapan Kebajikan (Ba De)
suntingDelapan Kebajikan (Ba De):[6]
- Xiao - Laku Bakti; yaitu berbakti kepada orang tua, leluhur, dan guru.
- Ti - Rendah Hati; yaitu sikap kasih sayang antar saudara, yang lebih muda menghormati yang tua dan yang tua membimbing yang muda.
- Zhong - Setia; yaitu kesetiaan terhadap atasan, teman, kerabat, dan negara.
- Xin - Dapat Dipercaya
- Li - Susila; yaitu sopan santun dan bersusila.
- Yi - Bijaksana; yaitu berpegang teguh pada kebenaran.
- Lian - Suci Hati; yaitu sifat hidup yang sederhana, selalu menjaga kesucian, dan tidak menyeleweng/ menyimpang.
- Chi - Tahu Malu; yaitu sikap mawas diri dan malu jika melanggar etika dan budi pekerti.
Kitab suci
suntingKitab suci agama Konghucu dibagi menjadi dua kelompok:
- Wu Jing (
五 經 ) (Kitab Suci yang Lima) yang terdiri atas: - Si Shu (Kitab Yang Empat) yang terdiri atas:
- Kitab Ajaran Besar -
大學 Da Xue - Kitab Tengah Sempurna -
中庸 Zhong Yong - Kitab Sabda Suci -
論語 Lun Yu Diarsipkan 2018-05-17 di Wayback Machine. - Kitab Mengzi -
孟子 Meng Zi
- Kitab Ajaran Besar -
Selain itu masih ada satu kitab lagi: Xiao Jing (Kitab Bakti).
Definisi agama menurut agama Konghucu
suntingBerdasarkan kitab Zhong Yong agama adalah bimbingan hidup karunia Tian/Tuhan Yang Maha Esa (Tian Shi) agar manusia mampu membina diri hidup di dalam Dao atau Jalan Suci, yakni "hidup menegakkan Firman Tian yang mewujud sebagai Watak Sejati, hakikat kemanusiaan". Hidup beragama berarti hidup beriman kepada Tian dan lurus satya menegakkan firmanNya.
Nabi
suntingPara nabi (
Masa prasejarah (sebelum 2205 SM)
sunting- Dalam ajaran Konghucu tidak dikenal istilah Nabi Purba, demikian pula mantra dan ritual untuk dewa. Konghucu tidak menambahkan apapun pada kosmologi dewata Tiongkok kuno yang telah diisi oleh dua agama yaitu Tao dan Buddha. Hal ini sejalan dengan penetapan gunung suci di Tiongkok dari masa klasik, untuk agama Buddha ditetapkan gunung Wutai, Putuo, Emei, dan Jiuhua.[7] Sedangkan untuk Agama Tao ditetapkan gunung Heng Shan, Tai Shan, Hua Shan, Song Shan, dan Heng Shan.[8] Sedangkan untuk Konghucu tidak ada satupun gunung yang ditetapkan sebagai gunung sucinya, karena di Tiongkok sejak masa klasik hingga saat ini Konghucu tidak ditetapkan sebagai agama.
- Fu Xi, Shennong, Huang Di dan lain-lain yang disebutkan di bagian bawah sebagai nabi adalah bagian dari mitologi Tiongkok kuno, jauh sebelum perkembangan agama. Apalagi gagasan menjadikan ajaran Konghucu sebagai agama sebagaimana pendekatan barat (religion) baru digagas pada awal abad keduapuluh oleh Kang Youwei menjelang keruntuhan dinasti Qing.
- Nabi Purba Fu Xi (Hanzi:
伏 羲), hidup sekitar 2952 – 2836 SM.
- Dia menerima wahyu He tu (peta sungai) yang tergambar di punggung seekor hewan gaib Long ma, yang keluar dari dalam Sungai Huang Ho. Lambang wahyu tersebut kini dikenal sebagai lambang Bagua. Nabi Nu Wa (Hokkien:Lie Kwa), istri Fuxi, menciptakan Hukum Pernikahan.[6]
- Nabi Purba Shen Nong (Hanzi:
神 農 ), hidup sekitar 2838 – 2698 SM. - Nabi Purba Huang Di (Hanzi:
黃 帝 ), hidup sekitar 2698 – 2596 SM.
- Istrinya, Nabi Lei Zu adalah penemu sutra yang ditenunnya dari kepompong ulat sutra, dan bersama Huang Di menciptakan alat tenun, pakaian Hian Ik (pakaian harian) dan Hong Siang (pakaian upacara).
- Nabi Purba (堯) Yao 2357 – 2255 SM.
- Pada zamannya dilakukan penyempurnaan perhitungan kalender dengan menambah bulan kabisat Imlek, sehingga setiap tanggal 15 selalu jatuh tepat ketika bulan sedang bulat penuh.
- Nabi Purba (
舜 ) Shun 2255 – 2205 SM.
Zaman Dinasti Xia
sunting- Nabi Purba (
大 禹) Da Yu 2205 – 2197 SM.
- Sewaktu berada di tepian Sungai Luohe, dalam rangka tugasnya sebagai pengawas penanggulangan banjir, Yu melihat seekor kura-kura gaib muncul dari dalam air. Guratan-guratan di punggung kura-kura itu menyadarkan dirinya akan wahyu ilahi yang kemudian dinamakan Luo Shu (Kitab Sungai Luohe) yang menjadi cikal bakal houtian bagua. Pada masa pemerintahannya, versi pertama dari falsafah perubahan yang disebut Lian Shan Yi (Rangkaian Gunung) dan Hong Fan ditulis.[6]
Zaman Dinasti Shang
sunting- Nabi Purba Shang Tang (Hanzi=
商 湯 ), memerintah tahun 1675 – 1646 SM. - Nabi Wen Wang (Hanzi=
文 王 ).
- Menerima wahyu ilahi Dan Shu (Kitab Dan) sehingga ia menemukan lambang houtian bagua dan mengembangkan lebih jauh falsafah perubahan.[6]
- Nabi Jiang Ziya.
Zaman Dinasti Zhou
sunting- Ia merupakan raja pertama Dinasti Zhou. Pada tahun ke-13 pemerintahannya, Wu Wang menerima persembahan kitab Hong Fan dari Jizi, bekas menteri Dinasti Shang, yang menyatakan bahwa kitab kuno tersebut merupakan warisan dari zaman Kaisar Yu yang disimpan olehnya.[6]
- Putera keempat Wen Wang. Ia melanjutkan karya ayahnya membenahi falsafah perubahan dengan menambahkan bagian-bagian baru (seperti komentar Xiang), sehingga versi ketiga ini dikenal sebagai Zhou Yi (falsafah perubahan Dinasti Zhou). Ia juga meletakkan dasar-dasar tata-upacara pemujaan dan kesusilaan dalam ajaran Ru.[6]
- Nabi Besar (
孔 子 ) Kong Zi 551 – 479 SM.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Fornerod M, Ohno M, Yoshida M, Mattaj IW (September 1997). "CRM1 is an export receptor for leucine-rich nuclear export signals". Cell. 90 (6): 1051–60. doi:10.1016/s0092-8674(00)80371-2 . PMID 9323133.
- ^ Fung (2008), hlm. 163.
- ^ Lin, Justin Yifu (2012). Demystifying the Chinese Economy. Cambridge University Press. hlm. 107. ISBN 978-0-521-19180-7.
- ^ "2019 Report on International Religious Freedom: China (Includes Tibet, Xinjiang, Hong Kong, and Macau". State Government. Diakses tanggal 2023-04-11.
- ^ "Konghucu Indonesia:Hari Besar". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-07. Diakses tanggal 2018-03-29.
- ^ a b c d e f g h i j k l Bidang Litbang PTITD/ Matrisia Jawa Tengah. 2007. "Pengetahuan Umum Tentang Tri Dharma", Edisi pertama. Semarang: Benih Bersemi.
- ^ Litian, Fang (2022). Chinese Buddhism and Traditional Culture. London: Routledge. hlm. 47–58. ISBN 9780367663919.
- ^ Brockman, Norbert C (1999). Encylopedia of Sacred Places. Oxford: Oxford University Press. hlm. 542–544. ISBN 978-0195127393.
Sumber
sunting- Adler, Joseph A. (2014), Confucianism as a Religious Tradition: Linguistic and Methodological Problems (PDF), Gambier, OH: Kenyon College, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-10-10 .
- William Theodore De Bary (1989). Neo-Confucian Education: The Formative Stage. University of California Press. hlm. 455–. ISBN 978-0-520-06393-8.
- Billioud, Sébastien; Thoraval, Joël (2015). The Sage and the People: The Confucian Revival in China. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-025814-6.
- Billioud, Sébastien (2010). "Carrying the Confucian Torch to the Masses: The Challenge of Structuring the Confucian Revival in the People's Republic of China" (PDF). OE. 49. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-10-10.
- Clart, Philip (2003). "Confucius and the Mediums: Is There a "Popular Confucianism"?" (PDF). T'oung Pao. LXXXIX. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-10-10.
- Chan, Joseph (2013). Confucian Perfectionism: A Political Philosophy for Modern Times. Princeton University Press. ISBN 9780691168166.
- Chen, Yong (2012). Confucianism as Religion: Controversies and Consequences. Brill. ISBN 978-90-04-24373-6.
- Creel, Herrlee (1949). Confucius and the Chinese Way. New York: Harper Torchbooks.
- John W. Dardess (1983). Confucianism and Autocracy: Professional Elites in the Founding of the Ming Dynasty. University of California Press. ISBN 978-0-520-04733-4.
- Didier, John C. (2009). "In and Outside the Square: The Sky and the Power of Belief in Ancient China and the World, c. 4500 BC – AD 200". Sino-Platonic Papers (192). Volume I: The Ancient Eurasian World and the Celestial Pivot, Volume II: Representations and Identities of High Powers in Neolithic and Bronze China, Volume III: Terrestrial and Celestial Transformations in Zhou and Early-Imperial China.
- Elman, Benjamin A. (2005), On Their Own Terms: Science in China, 1550–1900, Harvard University Press, ISBN 978-0-674-01685-9.
- Fan, Lizhu; Chen, Na (2015). "The Religiousness of "Confucianism" and the Revival of Confucian Religion in China Today". Cultural Diversity in China. 1 (1): 27–43. doi:10.1515/cdc-2015-0005 . ISSN 2353-7795.
- Fan, Lizhu; Chen, Na (2015a), "Revival of Confucianism and Reconstruction of Chinese Identity", The Presence and Future of Humanity in the Cosmos, Tokyo, 18–23 March: ICU.
- Feuchtwang, Stephan (2016), "Chinese religions", dalam Woodhead, Linda; Kawanami, Hiroko; Partridge, Christopher H., Religions in the Modern World: Traditions and Transformations (edisi ke-3nd), London: Routledge, hlm. 143–172, ISBN 978-1-317-43960-8.
- Fingarette, Herbert (1972). Confucius: The Secular as Sacred. New York: Harper. ISBN 978-1-4786-0866-0.
- Fung, Yiu-ming (2008), "Problematizing Contemporary Confucianism in East Asia", dalam Richey, Jeffrey, Teaching Confucianism, Oxford University Press, ISBN 978-0-19-804256-3.
- Gunn, Geoffrey C. (2003), First Globalization: The Eurasian Exchange, 1500 to 1800, Rowman & Littlefield, ISBN 978-0-7425-2662-4.
- Haynes, Jeffrey (2008), Routledge Handbook of Religion and Politics, Taylor & Francis, ISBN 978-0-415-41455-5.
- Ivanhoe, Philip J. (2000). Confucian Moral Self Cultivation (edisi ke-2nd rev.). Indianapolis: Hackett Publishing. ISBN 978-0-87220-508-6.
- Li-Hsiang, Lisa Rosenlee (2012). Confucianism and Women: A Philosophical Interpretation. SUNY Press. hlm. 164–. ISBN 978-0-7914-8179-0.
- Libbrecht, Ulrich (2007). Within the Four Seas...: Introduction to Comparative Philosophy. Peeters Publishers. ISBN 978-90-429-1812-2.
- Littlejohn, Ronnie (2010), Confucianism: An Introduction, I.B. Tauris, ISBN 978-1-84885-174-0.
- Nivison, David S. (1996). The Ways of Confucianism: Investigations in Chinese Philosophy. Chicago: Open Court Press. ISBN 978-0-8126-9340-9.
- Payette, Alex (2014), "Shenzhen's Kongshengtang: Religious Confucianism and Local Moral Governance", Panel RC43: Role of Religion in Political Life (PDF), 23rd World Congress of Political Science, 19–24 July, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 23 October 2017, diakses tanggal 9 May 2015 .
- Pankenier, David W. (2013). Astrology and Cosmology in Early China. Cambridge University Press. ISBN 978-1-107-00672-0.
- Shen, Qingsong; Shun, Kwong-loi (2007), Confucian Ethics in Retrospect and Prospect, Council for Research in Values and Philosophy, ISBN 978-1-56518-245-5.
- Sinaiko, Herman L. (1998), Reclaiming the Canon: Essays on Philosophy, Poetry, and History, Yale University Press, ISBN 978-0-300-06529-9.
- Tay, Wei Leong (2010). "Kang Youwei: The Martin Luther of Confucianism and His Vision of Confucian Modernity and Nation" (PDF). Secularization, Religion and the State. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-10-10.
- Yang, C.K. (1961). Religion in Chinese Society; a Study of Contemporary Social Functions of Religion and Some of Their Historical Factors. Berkeley: University of California Press. ISBN 978-0-520-01371-1.
- Yao, Xinzhong (2000). An Introduction to Confucianism. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-64312-2.
- Zhou, Youguang (2012). "To Inherit the Ancient Teachings of Confucius and Mencius and Establish Modern Confucianism" (PDF). Sino-Platonic Papers (226). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-10-10.
- Articles
- Hsu, Promise (16 November 2014). "The Civil Theology of Confucius' "Tian" Symbol". Voegelin View. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 December 2019. Diakses tanggal 25 February 2018.
Terjemahan teks yang dikaitkan dengan Konfusius
suntingAnalek (Lun Yu)
sunting- Confucian Analects (1893) Diterjemahkan oleh James Legge.
- The Analects of Confucius (1915; rpr. NY: Paragon, 1968). Diterjemahkan oleh William Edward Soothill.
- The Analects of Confucius: A Philosophical Translation (New York: Ballantine, 1998). Diterjemahkan oleh Roger T. Ames, Henry Rosemont.
- Konfusius: The Analects (Lun yü) (London: Penguin, 1979; rp. Hong Kong: Chinese University Press, 1992). Diterjemahkan oleh DC Lau
- The Analects of Confucius ( Oxford: Oxford University Press, 1997). Diterjemahkan oleh Chichung Huang.
- The Analects of Confucius (New York: WW Norton, 1997). Diterjemahkan oleh Simon Leys.
- Analects: Dengan Pilihan dari Komentar Tradisional (Indianapolis: Hackett Publishing, 2003). Diterjemahkan oleh Edward Slingerland.
Pranala luar
suntingCari tahu mengenai Konfusianisme pada proyek-proyek Wikimedia lainnya: | |
Definisi dan terjemahan dari Wiktionary | |
Gambar dan media dari Commons | |
Berita dari Wikinews | |
Kutipan dari Wikiquote | |
Teks sumber dari Wikisource | |
Buku dari Wikibuku |
- Ensiklopedia Filsafat Stanford: Konfusius
- Antaragama Online: Konfusianisme
- Dokumen Konfusianisme di Internet Sacred Texts Archive..
- Filsafat Oriental, "Topik: Konfusianisme"
- Kelembagaan